Waspadai Risiko Geopolitik, Kuartal II-2024 Ekonomi RI Diproyeksi Tumbuh 5 Persen

Seorang penjual menunggu pelanggan di kios beras di Jakarta pada 28 Februari 2024, di tengah lonjakan harga dan kekurangan bahan pokok. (Foto: Adek Berry/AFP)

J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani, Jumat (2/8), memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat menjadi 5 persen pada kuartal kedua. Pemerintah tengah memantau perkembangan geopolitik yang bisa berdampak pada perekonomian dalam negeri.

Sri Mulyani memperkirakan konsumsi rumah tangga, investasi, dan peningkatan ekspor kemungkinan menjadi pendorong terhadap pertumbuhan pada kuartal April-Juni. Pertumbuhan tersebut diperkirakan hanya sedikit melambat dibandingkan pertumbuhan sebesar 5,11 persen secara tahunan pada kuartal pertama.

“Ke depannya, kami melihat peningkatan aktivitas ekonomi domestik akan terus berlanjut hingga akhir 2024,” katanya. “Dari sisi fiskal, pelaksanaan anggaran 2024, khususnya pada sisi pengeluaran, akan difokuskan pada menjaga stabilitas harga,” imbuhnya.

Ia mengatakan sepanjang 2024, pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada dalam kisaran 5 persen hingga 5,2 persen.

Proyeksi kuartal kedua tersebut sejalan dengan hasil jajak pendapat Reuters terhadap 24 ekonom, yang menunjukkan bahwa melambatnya ekspor dan dampak dari suku bunga tinggi yang melemah berkontribusi pada penurunan pertumbuhan. Data tersebut akan diumumkan pada Senin (5/8).

Sri Mulyani menyatakan bahwa otoritas keuangan tengah memantau perkembangan geopolitik untuk mengantisipasi risiko yang bisa memengaruhi ekonomi nasional, termasuk ketegangan di Timur Tengah, perang di Ukraina, dan pemilihan umum di negara lain.

Ia menjelaskan bahwa risiko-risiko tersebut, ditambah dengan ketidakpastian global terkait pelonggaran moneter AS, rencana utang Washington, dan kurva imbal hasil obligasi pemerintah AS (US Treasury), dapat menghambat arus masuk modal ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

Dalam acara yang sama, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa meskipun inflasi yang rendah membuka peluang untuk menurunkan suku bunga dalam beberapa bulan terakhir, BI belum dapat melakukannya karena masih fokus pada pengurangan dampak limpahan risiko global terhadap nilai tukar rupiah.

Perry mengatakan bahwa sebelumnya BI memperkirakan bank sentral AS, Federal Reserve, baru akan memangkas suku bunga pada acuan Desember. Namun, pertemuan pada minggu lalu memperkirakan penurunan suku bunga berpotensi dilakukan pada September.

Perry sebelumnya menyebutkan bahwa BI mungkin memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga acuan pada kuartal keempat, setelah ketidakpastian global mereda.

Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah