J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Rembuk Kebangsaan Senator ProDEM menyimpulkan bahwa Negara Indonesia sedang mengalami krisis kedaulatan rakyat. Prinsip utama demokrasi, bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat, semakin melemah dan tengah disirnakan.
Selain itu, kebebasan berpendapat dan kebebasan pers serta hak berorganisasi telah dibatasi oleh pemerintah, yang berakibat pada pembungkaman suara rakyat dan penggerusan kemampuan rakyat untuk berpartisipasi dalam proses-proses politik. Kondisi ini membuat keadilan sosial semakin sulit terwujud.
Tak dapat disangkal bahwa selama 10 tahun terakhir telah terjadi praktik-praktik politik dan tata kelola berbangsa dan bernegara yang ugal-ugalan, yang tidak mematuhi kaidah rule of law, di mana seharusnya hukum menjadi panglima.
Supremasi hukum sejatinya menjamin bahwa tidak ada seorang pun, termasuk pemerintah, yang berada di atas hukum. Hukum harus digunakan untuk keadilan dengan menghormati hak asasi manusia (HAM) serta ada perlakuan yang sama di depan hukum.
Artinya, semua tindakan pemerintah, institusi negara dan warga negara harus tunduk pada hukum. Namun, justru yang terjadi adalah rule by law, di mana hukum digunakan untuk kepentingan kekuasaan.
Meskipun Indonesia memiliki sistem hukum yang kompleks dengan hadirnya berbagai institusi penegak hukum, namun praktik-praktik pelemahan hukum tetap terjadi, yang berdampak pada kehidupan masyarakat yang semakin tak menentu serta terjadinya pelemahan demokrasi.
Seringkali ketidakadilan dan pelemahan hukum dipertontonkan melalui produk-produk politik yang sengaja diciptakan, seperti Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dan berbagai UU lainnya, yang tidak berpihak kepada rakyat. Diberlakukannya presidential-parliamentary threshold juga menyebabkan prinsip check and balance menjadi tidak berfungsi. Akibatnya, terjadi saling sandera politik dan hukum di kalangan elite penguasa.
Pelemahan hukum tersebut tidak hanya berdampak pada individu atau kelompok yang terlibat langsung, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan pemerintahan secara keseluruhan. Hal ini tentunya semakin memperburuk situasi ketidakpastian hukum, ketidakadilan bagi rakyat, kemunduran demokrasi serta lemahnya penegakan HAM di Indonesia.
Semua praktik politik ugal-ugalan ini diyakini oleh Senator ProDEM telah menjadikan negara sebagai pelayan kaum oligarki.
Dengan menggunakan pengaruh besar dan kekayaan yang tak terbatas, kelompok ini telah memengaruhi kebijakan publik. Legislasi dan proses-proses politik sengaja dirancang demi kepentingan serta keuntungan kelompok tersebut.
Para Senator ProDEM juga meyakini bahwa kaum oligarki tersebut telah memperkuat kekuasaan mereka dengan cara-cara manipulatif, seperti melakukan korupsi, menyuap pejabat publik, memanipulasi pemilihan umum (Pemilu).
Serta, memengaruhi media untuk membentuk opini publik, sehingga negara dan pemerintah tidak lagi mendedikasikan diri untuk kepentingan rakyat.
Inilah yang menjelaskan mengapa sampai sekarang kesejahteraan rakyat, yang merupakan cita-cita luhur Reformasi, belum tertunaikan. Berbagai struktur demokrasi juga runtuh, perekonomian hancur, hutang luar negeri kian membengkak dan muncul berbagai kerusakan lainnya.
Praktik-praktik politik dan tata kelola berbangsa dan bernegara yang ugal-ugalan, yang tidak mematuhi kaidah rule of law, juga terjadi pada pengelolaan sumber daya alam (SDA), yang bukan hanya menyebabkan SDA semakin tersedot habis, namun juga terjadi tsunami ekologi yang semakin tak terbendung.
Berbagai bencana ekologi ini telah menjadi problem serius, yang lalu meluas ke berbagai bencana ekonomi, sosial dan budaya. Nyata, bahwa dorongan kapitalisme yang tak terkendali serta adanya kebijakan dan praktik-praktik ekstraktif, selain menyebabkan kerusakan ekosistem (pencemaran dalam berbagai bentuk, pemanasan global dan sebagainya), juga telah menimbulkan berbagai dampak lanjutan (perubahan iklim, berkurangnya daya dukung lingkungan, terancamnya keanekaragaman hayati, berbagai bencana ekologis dan lain-lain).
Selain itu berbagai persoalan sosial, ekonomi dan budaya muncul, termasuk ketidakadilan, kemiskinan, kesenjangan, perampasan lahan, pengungsi iklim, human trafficking, konflik sosial, masalah gender, kualitas hidup yang buruk, ancaman kelaparan, serta marginalisasi suku, budaya dan adat istiadat tertentu.
Selama era Reformasi banyak upaya yang telah dilakukan untuk mencegah dan memperbaiki kerusakan lingkungan akibat eksploitasi SDA, termasuk perubahan kebijakan, sistem pengelolaan serta penggunaan teknologi dan pengembangan sumber daya manusia.
Namun, dalam 10 tahun terakhir, kepentingan pemodal dan oligarki hampir pasti menjadi paling utama, yang mampu mengalahkan kepentingan rakyat. Korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam pengelolaan SDA dilakukan untuk mengubah dan menyiasati aturan perundang-undangan.
Praktik-praktik pengelolaan SDA tersebut harus diakui tidak sesuai dengan Pancasila sebagai Dasar Negara, terlebih Sila ke-2 (Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab) dan Sila ke-5 (Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia).
Kebijakan dan praktik yang sangat kapitalistik dan ekstraktif itu juga jelas melanggar Konstitusi. Padahal, Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 jelas memuat tujuan berbangsa dan bernegara, di antaranya untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum.
Salah urus dan salah kelola ekologi, yang mengutamakan kepentingan kapitalisme dan oligarki, telah menjadi bukti gagalnya negara dalam melindungi segenap bangsa Indonesia. Kesejahteraan umum hanya menjadi kesejahteraan segelintir orang. Maka, kehadiran negara dipertanyakan. Atau, untuk siapa negara hadir?
Secara khusus, beberapa pasal dalam UUD 1945 juga jelas dilanggar, seperti Pasal 33 Ayat 3 yang menyatakan bahwa “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, serta Pasal 27 Ayat 2 yang menyatakan bahwa “setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Dari sudut pandang universal, HAM menjadi terancam, diabaikan bahkan hilang. Di antaranya hak untuk hidup, kesehatan yang baik, pekerjaan yang layak, lingkungan yang sehat, akses atas lahan dan SDA yang berkeadilan dan berkelanjutan, serta berbagai hak ekonomi, sosial, politik dan budaya.
Jadi jelas bahwa berbagai kebijakan ekstraktif yang didorong oleh kapitalisme telah mengakibatkan pelanggaran terhadap Konstitusi, di mana tujuan berbangsa dan bernegara untuk melindungi dan memajukan kesejahteraan rakyat tidak tercapai.
Hasilnya, kesejahteraan rakyat semakin menurun, serta berbagai HAM, termasuk hak atas lingkungan yang sehat serta pekerjaan dan penghidupan yang layak, terancam. Oleh karena itu, ada kebutuhan mendesak untuk mereformasi kebijakan dan praktik pengelolaan SDA agar lebih berkeadilan dan berkelanjutan, serta untuk mengembalikan fokus pengelolaan SDA bagi kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan segelintir orang semata.
Terkait hal-hal tersebut, maka Senator ProDEM tegas menyatakan bahwa berbagai kebijakan dan praktik yang ada telah bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, yang seharusnya menjamin keadilan dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, Rembuk Kebangsaan Senator ProDEM menelurkan rekomendasi aksi sebagai berikut:
- Mendesak kepada semua rakyat Indonesia untuk mendata kejahatan seluruh penyelenggara negara selama mereka berkuasa.
- Mendesak penyelenggara negara untuk menegakkan hukum atau Law Enforcement tanpa pandang bulu (equality before the law).
- Merevisi semua UU yang antirakyat dan antidemokrasi, seperti UU Omnibus, UU KPK, UU Minerba, UU P2SK serta membatalkan RUU Polri.
- Mengusulkan dibentuknya UU Lembaga Kepresidenan agar fungsi lembaga kepresidenan memiliki batasan, prinsip demokrasi dapat ditegakkan dan sistem meritokrasi dapat dijalankan dalam pengembangan kinerja kenegaraan.
- Menyusun ulang UU Politik (UU Partai Politik, UU Pemilu dan UU MD3).
- Menempatkan Kepolisian di bawah Kemendagri.
- Mengelola SDA secara berkeadilan dan berkelanjutan sesuai dengan nilai, dasar dan konstitusi dalam berbangsa dan bernegara.
- Melakukan distribusi pengelolaan SDA yang berbasis pada keadilan, kesejahteraan dan kelestarian lingkungan, serta norma dan nilai sosial budaya.
- Membentuk hukum dan aturan terkait pengelolaan SDA yang didasarkan pada norma dan nilai berbangsa dan bernegara, serta menerapkan penegakan hukum terkait tanpa pandang bulu.
- Melakukan review tata ruang secara nasional untuk memastikan keseimbangan distribusi SDA yang berkeadilan dan berkelanjutan, tanpa melupakan aspek sosial, budaya dan lingkungan.
- Menanamkan pendidikan dan pengembangan karakter dan budaya untuk mencintai dan menghormati lingkungan sejak dini dan menerapkannya di segala bidang kehidupan.
Jakarta, 13 Agustus 2024
Inisiator Rembuk Kebangsaan Senator ProDEM
- Effendi Saman
- Paskah Irianto
- Arwin Lubis
- Ultra Syahbunan
- Sirra Prayuna
- Muchtar Sindang
- Standarkiaa Latief
- Hakim Hatta
- Swary Utami Dewi
- Desyana
Editor: Agung