Para Mediator Gencatan Senjata Gaza Umumkan Rencana Baru

Para pengungsi Palestina mengungsi ke Kota Hamad menyusul perintah evakuasi di Khan Younis di selatan Jalur Gaza, Jumat, 16 Agustus 2024. (Foto: Hatem Khaled/Reuters).

J5NEWSROOM.COM, Doha – Para mediator internasional yang mengupayakan gencatan senjata dan perjanjian pembebasan sandera antara Israel dan Hamas mengumumkan pada Jumat (16/8) bahwa mereka telah mengajukan “proposal penghubung” kepada kedua belah pihak .

Usulan itu dibuat berdasarkan bagian-bagian perjanjian sebelumnya dan menutup kesenjangan yang ada untuk memungkinkan implementasi rencana tersebut dengan cepat.

Setelah mengakhiri pertemuan dua hari di Doha, para meditator dari Amerika Serikat (AS), Mesir dan Qatar mengeluarkan pernyataan bersama, mengatakan bahwa pembicaraan mereka berlangsung intensif, serius, konstruktif dan dilakukan dalam suasana yang positif.

Mereka mengatakan tim kerja akan bertemu lagi minggu depan untuk membahas perincian pelaksanaan proposal tersebut, termasuk pengaturan pembebasan semua sandera dan tahanan serta ketentuan-ketentuan kemanusiaan.

Pernyataan itu mengatakan para pejabat senior dari pemerintahan negara-negara penengah akan berkumpul kembali di Kairo sebelum akhir pekan depan untuk menyimpulkan kesepakatan berdasarkan persyaratan yang diajukan pada Jumat.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken akan berangkat ke Israel pada Sabtu (17/8) untuk “melanjutkan upaya diplomatik intensif” guna mencapai kesepakatan gencatan senjata, kata juru bicara Departemen Luar Negeri Vedant Patel.

Seorang pejabat senior pemerintahan Biden mengatakan negosiasi terbaru di Doha adalah yang paling produktif dalam beberapa bulan terakhir.

Pejabat tersebut, yang berbicara kepada wartawan tanpa menyebut nama, mengatakan mediator sedang mempersiapkan implementasi kemungkinan kesepakatan tetapi tidak memberikan perincian lebih lanjut.

“Ini merupakan konsensus seluruh peserta di sini selama 48 jam terakhir bahwa memang ada semangat baru di sini untuk mencapai kesimpulan,” kata pejabat itu.

Presiden Joe Biden juga menyatakan optimismenya terhadap kemajuan perundingan itu.

“Saya berbicara secara terpisah dengan Amir Sheikh Tamim [dari Qatar] dan Presiden [Abdel Fattah el-] Sissi [dari Mesir] untuk meninjau kemajuan signifikan yang dicapai di Doha selama dua hari perundingan terakhir, dan mereka menyatakan dukungan kuat terhadap Qatar dan Mesir atas usulan AS sebagai co-mediator dalam proses ini,” kata Biden dalam pernyataannya.

Biden mengatakan tim perunding akan tetap berada di Doha dan terus bekerja.

Gerald Feierstein, direktur program Semenanjung Arab di Institut Timur Tengah yang berbasis di Washington, mengatakan kepada VOA bahwa tercapainya kesepakatan akan bergantung pada apa yang diyakini kedua belah pihak akan diperoleh dari kesepakatan tersebut.

“Kuncinya adalah apakah Israel dan Hamas percaya bahwa mereka akan mendapatkan lebih banyak manfaat dengan mencapai kesepakatan gencatan senjata dibandingkan dengan melanjutkan konflik. Dan hingga saat ini, apa yang kami lihat adalah bahwa kedua belah pihak telah melihat bahwa kepentingan mereka tidak terganggu. dalam melanjutkan pertempuran.”

Hamas pada Jumat meragukan apakah mereka akan menyetujui proposal terbaru tersebut dan mengatakan bahwa proposal tersebut berbeda secara signifikan dari versi sebelumnya yang telah mereka sepakati. Kelompok militan tersebut tidak terlibat langsung dalam putaran terakhir perundingan tersebut namun hanya diberi pengarahan mengenai perkembangannya.

Tak lama setelah pertemuan di Doha berakhir, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengeluarkan pernyataan yang mengatakan Israel menghargai upaya para mediator “untuk menghalangi Hamas menolak menyetujui kesepakatan pembebasan sandera.”

Pernyataan tersebut selanjutnya mengatakan, “Prinsip-prinsip inti Israel diketahui dengan baik oleh para mediator dan Amerika Serikat, dan Israel berharap bahwa tekanan mereka akan membuat Hamas menerima prinsip-prinsip (yang diusulkan) pada 27 Mei tersebut, agar perincian perjanjian dapat diimplementasikan.”

Instabilitas Regional

Juga pada Jumat (16/8), Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin berbicara dengan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengenai situasi di Gaza serta konflik antara Israel dan para pemimpin Hizbullah di Lebanon.

Dalam penjelasan Departemen Pertahanan (Dephan) AS mengenai pertemuan tersebut, departemen tersebut mengatakan keduanya membahas ketidakstabilan regional dan meningkatnya risiko eskalasi dari Iran, Hizbullah Lebanon, dan kelompok teroris yang didukung Iran di Timur Tengah.

Austin mengatakan kepada Galant bahwa Amerika Serikat terus memantau rencana serangan dari Iran dan proksinya dan memiliki posisi yang baik di seluruh kawasan untuk membela Israel serta melindungi personel dan fasilitas AS. Keduanya juga membahas kemajuan dalam perundingan gencatan senjata.

Pertemuan itu terjadi ketika tentara Israel pada Jumat memerintahkan orang-orang di Gaza selatan dan tengah untuk mengevakuasi daerah yang sebelumnya ditetapkan sebagai zona aman kemanusiaan. Tentara Israel mengatakan bahwa Hamas telah menggunakan daerah tersebut untuk menembakkan mortir dan roket ke Israel.

Militan Hamas membunuh sekitar 1.200 orang dan menyandera sekitar 250 orang dalam serangan teror mereka pada 7 Oktober terhadap Israel yang memicu perang. Israel menyakini Hamas masih menyandera 116 orang, termasuk 42 orang yang menurut militer tewas.

Israel sejak itu membalas dengan serangan udara dan darat di Gaza yang dikuasai Hamas, yang disetujui kedua belah pihak telah menewaskan lebih dari 39.400 orang. Israel mengatakan mayoritas korban tewas adalah kombatan. Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas mengatakan 40.000 orang tewas, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, tetapi tidak memberi perkiraan berapa banyak korban tewas yang merupakan kombatan.

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), hampir tiga perempat dari 2,3 juta penduduk Gaza menjadi pengungsi, dan hampir seluruh penduduknya berisiko mengalami kelaparan. 

Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah