J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Mandataris Pleno PBNU terkait Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jumat (23/8/2024), menyampaikan hasil temuan setelah bekerja keras dalam beberapa hari sejak dibentuk. Dari temuan dan bukti-bukti yang diperoleh, terdapat sejumlah kesimpulan, antara lain, berupa ajakan kepada segenap muktamirin PKB untuk mengembalikan partai tersebut ke Khittah 1998 dan desain AD/ART sebagaimana aslinya.
Rapat Pleno PBNU pada tanggal 27-28 Juni 2024 menetapkan beberapa keputusan, antara lain, menugaskan Tim yang terdiri dari KH. Anwar Iskandar (Wakil Rais Aam) dan H. Amin Said Husni (Wakil Ketua Umum) untuk melakukan pendalaman tentang hubungan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan Nahdlatul Ulama (NU).
Amin Said Husni mengatakan, setelah melakukan pendalaman melalui serangkaian studi dokumen historis dan mewawancarai sejumlah narasumber yang relevan, Tim PBNU melaporkan temuan-temuannya kepada Rais Aam dan Ketua Umum PBNU, sebagai berikut:
1. PKB dideklarasikan pada 23 Juli 1998 sebagai partai politik yang lahir dari rahim NU dan proses kelahirannya ‘dibidani’ oleh PBNU melalui serangkaian rapat-rapat resmi PBNU dan penerbitan surat-surat resmi PBNU dengan melibatkan seluruh struktur organisasi secara nasional.
2. Sebagai anak kandung Gerakan Reformasi yang lahir dari rahim NU, PKB pada awal kelahirannya benar-benar menjadi “mirroring” NU, baik dari aspek nilai-nilai dasar perjuangannya, desain konstitusi dan permusyawaratannya, maupun struktur organisasinya.
Konsep struktur kepemimpinan PKB menganut struktur kepemimpinan NU di mana ulama menempati posisi kepemimpinan tertinggi. Dewan Syura berada di atas Dewan Tanfidz. Dewan Syura adalah Pimpinan Tertinggi Partai. Sedangkan Dewan Tanfidz adalah eksekutif/pelaksana saja (padsal 16 AD PKB Tahun 1998).
3. Sejak Muktamar Luar Biasa PKB di Ancol Jakarta pada 2008, PKB di bawah kepemimpinan Muhaimin Iskandar terus mengalami perubahan yang sangat mendasar dan bahkan menyimpang sangat jauh dari desain aslinya. Yang paling prinsipil adalah perubahan posisi dan kewenangan Dewan Syura yang tidak lagi berkedudukan sebagai Pimpinan Tertinggi Partai, melainkan hanya sebagai dewan penjaga garis-garis perjuangan partai (Pasal 17 AD PKB Tahun 2019).
4. Selain itu juga terjadi penyimpangan pada sistem permusyawaratan PKB. Pada awalnya, PKB dirancang sebagai partai politik yang demokratis dan menganut piramida kedaulatan anggota. Ketua Dewan Tanfidz pada setiap tingkat kepengurusan dipilih dari dan oleh peserta musyawarah setelah mendapat persetujuan dari Ketua Dewan Syura terpilih. Namun sekarang prinsip dasar permusayawaratan dan kedaulatan itu dirombak sedemikian rupa, sehingga pimpinan partai di tingkat DPW dan DPC tidak lagi dipilih dari dan oleh peserta musyawarah, melainkan ditetapkan secara top-down oleh DPP PKB.
5. Muktamar PKB Tahun 2019 menghasilkan AD-ART PKB yang semakin jauh menyimpang dari khittahnya. Ketua Umum DPP PKB dinobatkan sebagai satu-satunya “Mandataris Muktamar”. Kekuasaan semakin memusat di tangan Muhaimin Iskandar selaku Ketua Umum. Dia punya kewenangan mengambil tindakan apa saja atas nama ‘menjaga keutuhan organisasi’. Dia juga berkuasa untuk mengubah struktur, menyusun, mengganti, dan memberhentikan personalia pengurus (Pasal 19 AD PKB Tahun 2019).
Selanjutnya, perlu dicatat, jelas Amin Said Husni, bahwa keberhasilan PKB tidak bisa hanya diukur secara kuantitatif dari perolehan kursinya di Dewan, melainkan yang lebih substansial adalah seberapa kokoh PKB berpegang pada prinsip-prinsip dasar yang diamanahkan oleh NU kepada PKB pada saat didirikannya.
“Berdasarkan temuan-temuan tersebut, maka dengan mengacu pada nilai-nilai dan spirit yang mendasari didirikannya PKB pada 1998, dan untuk mencegah kemungkinan semakin jauhnya penyimpangan PKB dari desain aslinya, dengan ini PBNU mengajak kepada seluruh peserta Muktamar PKB yang akan bermusyawarah di Bali pada tanggal 24-25 Agustus 2014 untuk kembali ke Khittah PKB 1998 dan mengembalikan AD-ART PKB kepada desain aslinya,” jelas Amin Said Husni.
Editor: Agung