J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Ribuan massa berdemonstrasi di depan kompleks Dewan Perwakilan Rakyat/Majelis Perwakilan Rakyat (DPR/MPR), di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (22/8), menolak revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) karena akan menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pilkada.
Massa mewakili berbagai elemen masyarakat, mulai dari buruh, mahasiswa hingga sejumlah komika, menuntut pemerintah dan wakil rakyat untuk mematuhi putusan MK pada Selasa (20/8) lalu.
Seperti diberitakan sebelumnya, MK pada Selasa mengeluarkan putusan yang menyatakan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah meski tidak memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Putusan itu, menurut pakar akan berimplikasi memunculkan jumlah kandidat yang lebih banyak, sehingga masyarakat diberi lebih banyak pilihan.
Namun, sehari setelah MK mengeluarkan putusan itu, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mendadak menggelar rapat dan dalam sehari menyepakati revisi UU Pilkada untuk disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna yang rencananya digelar Kamis (22/8).
Dalam pantauan VOA, sejumlah selebritas, artis, sineas dan komika, antara lain Yono Bakrie, Bintang Emon, dan Arie Kriting tampak di antara kerumuman massa yang memadati gerbang samping DPR/MPR sejak pukul 09.00 WIB.
Artis Reza Rahadian mengatakan mengenai politik, biasanya dia selalu berhati-hati dalam mengambil sikap, termasuk tidak berpihak kepada kubu mana pun. Namun, kali ini dia tidak bisa tinggal diam melihat upaya untuk ‘membegal MK’.
“Saya selama ini selalu menjadikan dunia seni sebagai wilayah untuk saya menyampaikan keresahan hati dan kritik sosial. Tetapi hari ini saya tidak bisa tinggal diam melihat MK yang sedang berusaha mengembalikan citranya setelah sebelumnya porak-poranda. Dan hari ini kita sudah mendapatkan keputusan yang sangat kita hormati dari MK, masih juga berusaha untuk dibegal,” kata Reza saat berorasi di hadapan para pedemo.
Sineas Joko Anwar, yang kondang dengan nama Jokan, mengatakan dia mengikuti demo karena sudah muak dengan para penguasa yang selama ini menggunakan instrumen hukum untuk melenggangkan apa yang mereka mau.
“Mungkin kalau dilihat sekarang, secara ekonomi, kita bisa bekerja dengan baik, berkecukupan, tapi apa gunanya kalau tata negara kita hancur.. Mengerikan sih ke depannya, kalau dibayangkan, bahwa ada penguasa yang bisa berbuat apa saja demi apa pun yang mereka mau,” kata Jokan.
Senada dengan Jokan, Jamalullail Abizzati dari Forum Betawi Intelek mengatakan pihaknya menolak upaya yang dilakukan DPR RI untuk membegal putusan MK.
“Lengsernya Soeharto pada Reformasi 98, hanya melahirkan Soeharto baru,” ujarnya.
Sejumlah pedemo juga mengkritik kinerja DPR yang lambat mengesahkan RUU penting lainnya, tetapi gesit meloloskan revisi UU Pilkada yang tidak mengakomodasi putusan MK.
“Mereka (DPR), giliran UU seperti (RUU) Pekerja Rumah Tangga (PPRT), Masyarakat Adat, mereka lama banget ya. RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) sudah 20 tahun belum disahkan juga. DPR harusnya bisa mewakili rakyat, dan harusnya tidak meloloskan RUU Pilkada,” kata Rafa dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) Kolektif Semai.
Rapat Paripurna Ditunda
Berdasarkan pantauan dari laporan sejumlah media, rapat paripurna pada Kamis (22/8) yang sedianya akan mengesahkan revisi UU Pilkada belum bisa dilaksanakan karena jumlah peserta rapat tidak memenuhi kuorum. Rapat sempat mengalami penundaan dua kali, tetapi tetap tidak memenuhi kuorum.
Dikutip dari kantor berita Antara, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan rapat paripurna itu hanya dihadiri 176 orang. Dari jumlah itu, 89 orang hadir secara fisik dan 87 orang izin tidak menghadiri secara langsung.
Jumlah kehadiran rapat paripurna itu hanya sekitar 30 persen dari total 575 orang anggota DPR RI. Padahal, persyaratan kuorum rapat paripurna adalah 50 persen plus 1.
Dasco mengatakan pihaknya akan menjadwalkan kembali rapat Bamus (Badan Musyawarah) untuk rapat paripurna karena kuorum tidak terpenuhi.
Sementara itu, Kepala Kantor Komunikasi Presiden, Hasan Nasbi mengatakan jika sampai 27 Agustus tidak ada pengesahan revisi UU Pilkada, pemerintah akan mengikuti aturan yang berlaku.
“Jika tidak ada aturan baru, pemerintah akan mengikuti peraturan yang berlaku. Kita berharap semuanya menghindari disinformasi dan fitnah yang menimbulkan keributan. Aturan yang berlaku terakhir MK, posisi kita sama tentang itu,” kata Hasan dalam pernyataannya, Kamis (22/8).
Massa Bertahan, Jebol Pagar DPR
Meski rapat paripurna batal, belum jelas apakah para anggota DPR akan melanjutkan pengesahan revisi UU Pilkada.
Massa sempat menyuarakan, “Jangan mudah percaya” saat perwakilan DPR mengaku ‘tak ada pengesahan revisi UU Pilkada’ kepada demonstran di depan Kompleks MPR/DPR.
Dari laporan sejumlah media, menjelang sore, massa berhasil menjebol masuk gerbang depan DPR di jalan Gatot Subroto. Massa juga mulai bentrok dengan para petugas keamanan yang dikerahkan ke sekitar kompleks DPR/MPR.
Tayangan laporan Kompas TV tampak demonstran mulai melempari petugas keamanan yang berjaga di balik gerbang DPR/MPR.
Kantor berita Reuters melaporkan polisi menembakkan meriam air ke arah para demonstran menjelang pukul 17.00.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah