Oleh Shamsi Ali Al-Kajangi
PADA bagian lalu disampaikan bahwa kategori hidayah yang pertama adalah hidayah dalam penciptaan (Hidayah fil-khalq). Sebagaimana Allah sebutkan: “Dialah yang mencipta dan membentuk. Dan Dia yang menentukan dan memberikan hidayah” (Al-a’laa: 2-3).
Secara naluri/alami sesungguhnya manusia bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang manfaat dan mana yang mudhorat, bahkan mana yang benar dan mana yang salah dalam kehidupan ini. Sehingga di saat seseorang konsisten dengan “tabiatnya yang alami” yang disebut fitrah maka dia dapat terselamatkan dari ancaman hukuman (azan). Apalagi jika orang tersebut memang belum tersentuh sama sekali oleh da’wah Islam.
Hidayah melalui wahyu samawi
Akan tetapi karena kasih sayangNya kepada semua hambaNya Allah menguatkan (affirming) hidayah penciptaanNya dengan mengutus Rasul-Rasul untuk membawa tuntunan Allah (wahyu) sepanjang masa. Selain para Rasul Allah juga memilih sebagian hamba-hambaNya menjadi nabi dengan tanggung jawab terbatas untuk keluarganya. Adam sebagai manusia pertama adalah satu dari nabi-nabi yang Allah pilih.
Dalam ajaran Islam disampaikan bahwa Allah telah mengutus Rasul-Rasul ke seluruh kelompok manusia (umat). Allah menyampaikan itu: “Sungguh Kami telah mengutus kepada semua semua bangsa/umat seorang Rasul” (An-NAHL: 36). Hanya saja sebagian diinformasikan kisahnya. Sebagian yang lain tidak disampaikan kisahnya kepada kita (lihat: surah Ghaafir: 78).
Al-Qur’an menyampaikan 25 nama nabi dan Rasul. Al-Qur’an juga menyebutkan nama-nama Kitab Suci yang diturunkan sebagai tuntunan bagi manusia sepanjang masa. Selain Al-Quran yang memuat ajaran Ilahi yang sempurna, disebutkan Kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa AS, Kitab Zabur kepada Nabi Daud AS, Kita Injil kepada nabi Isa AS, dan juga lembaran-lembaran wahyu (suhuf) yang diturunkan kepada nabi Ibrahim AS.
Poinnya adalah bahwa tingakatan hidayah kedua yang Allah karuniakan kepada manusia adalah hidayah dalam bentuk wahyu melalui pada nabi dan Rasul. Pada tingkatan hidayah inilah ada keterlibatan manusia. Dari para nabi dan Rasul, Ulama dan adaatidz, dan semua pelaku da’wah (umat secara keseluruhan) mengambil bagian.
Tanggung jawab hidayah para nabi dan Rasul dan para Ulama dan du’aat ini dikenal dengan istilah “hidayat al-irsyaad”. Sebagaimana Allah sampaikan kepada RasulNya: “dan sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) memberikan petunjuk kepada jalan yang lurus” (As-Syuura: 52).
Bahkan pada tataran inilah para nabi dan Rasul, para Ulama dan da’i diwajibkan untuk menyampaikan. Perintah-perintah seperti: “ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah” atau “sampaikan apa yang diturunkan padamu” semuanya merujuk pada bentuk hidayah al-irsyaad ini.
Di luar dari hidayah al-Irsyad dalam arti mengajak, mengajarkan, menyampaikan, mengingatkan, dan yang semakna, manusia termasuk para nabi dan Rasul tidak memilki wewenang dan tanggung jawab. Bahkan dengan tegas Allah mengingatkan: “kewajibanmu hanya menyampaikan”. Di ayat lain Allah menegaskan: “kamu tidak memiliki otoritas atas mereka (untuk memaksa)”. Dan banyak ayat-ayat lain yang semakna dalam al-Quran.
Bahkan dengan tegas Allah menyampaikan: “tiada paksaan dalam (menerima) agama” (Al-Baqarah: 256).
Pada ayat lain Allah bahkan secara khusus mengingatkan RasulNya: “sesungguhnya engkau tidak akan mampu memberikan petunjuk kepada siapa yang engkau cintai. Tapi Allah memberikan hidayah kepada siapa yang Dia kehendaki” (Al-Qashas: 56).
Lalu jika hidayah al-irsyad itu hanya bersifat “informasi”, penyampaian (tablig) atau ajakan (Dakwah), Kapan seseorang menemukan hidayahnya?
Jamaica City, 25 Agustus 2024
Penulis adalah Putra Kajang di Kota New York Amerika Serikat. Naskah ini dikirim via japri oleh penulis ke J5NEWSROOM.COM, Senin, 26 Agustus 2024