J5NEWSROOM.COM, Batam – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam Muhammad Arfian menuntut terdakwa Sunardin La Oti, nahkoda kapal KM Sentosa, 10 tahun penjara di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Kamis (29/8/2024).
Sunardin La Oti ditangkap aparat Bea dan Cukai Kepri di Perairan Tokong Malang Biru, Indonesia lantaran menyelundupkan Pasir Timah dari Ketapang, Kalimantan Barat tujuan Malaysia.
Dalam surat dakwaan yang diuraikan JPU Muhammad Arfian, terdakwa Sunardin La Oti ditangkap petugas DJBC Khusus Kepri saat dalam perjalanan menuju Negara Malaysia untuk mengantarkan pasir timah.
“Terdakwa Sundardin ditangkap petugas DJBC Kepri saat dalam perjalanan dari Ketapang, Kalimantan Barat menuju Malaysia, tepatnya di perairan Tokong Malang Biru, Indonesia,” kata JPU Arfian di hadapan Ketua Majelis Hakim Douglas Napitupulu.
Ketika penangkapan, ungkap Arfian, petugas berhasil mengamankan barang bukti berupa pasir timah sebanyak ± 363 karung yang tersusun di dalam kapal KM Sentosa.
Guna pemeriksaan lebih lanjut, lanjutnya, terdakwa beserta awak kapal dan kapal kemudian dikawal menuju Kanwil DJBC untuk dilakukan pencacahan muatan kapal dan pemeriksaan lebih lanjut oleh satgas patroli laut Bea dan Cukai.
“Dari hasil pencacahan, ternyata muatan berupa pasir timah didalam kapal KM Sentosa tanpa dilindungi dengan dokumen yang sah,” tegas Arfian.
Arfian menyebutkan dalam melakukan aksi penyelundupan pasir timah ke Malaysia, terdakwa Sunardin menggunakan dua Nama Kapal yang berbeda. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari patroli laut oleh pihak keamanan.
“Untuk memuluskan aksi penyelundupan ini, terdakwa mengganti nama kapal menjadi KM Dabo Indah ketika masih berada di perairan Indonesia. Akan tetapi pada saat memasuki perairan Malaysia, nama kapal itu pun di rubah menjadi KM Sentosa,” ujarnya.
Berdasarkan pengakuan terdakwa pada saat diinterogasi, beber Arfian, kegiatan penyelundupan pasir timah dari Ketapang tujuan Malaysia sudah sering dilakukan.
“Dari pengakuan terdakwa Sunardin, penyelundupan pasir timah ini sudah dua kali dilakukan. Penyelundupan pertama kali dilakukan pada bulan Februari 2024. Sedangkan yang kedua kali dilakukan pada bulan April 2024,” ungkap Arfian.
Untuk mengelabuhi para petugas di laut, kata Arfian Lagi, terdakwa Sunardin selaku nahkoda kapal selalu menghapus titik koordinat yang tersimpan di GPS agar tidak terdeteksi petugas ketika melakukan pemuatan barang.
Sementara, lanjut Arfian, proses pemuatan pasir timah dilakukan secara ship to ship dari kapal pompong ke kapal KM Sentosa setelah berkoordinasi dengan pemilik bernama Arsyad (DPO) menggunakan telpon satelit.
Dalam melakukan aktivitas penyelundupan ini, sambung Arfian, terdakwa Sunardin mendapat upah dari Arsyad (DPO) sebesar Rp 3,5 juta. Sementara para ABK mendapat upah sebesar Rp 1,5 juta.
Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 102A huruf a UU RI No 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU RI No 10 tahun 1995 Tentang Kepabeanan. “Akibat perbuatannya, terdakwa Sunardin La Oti terancam 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp 5 miliar,” pungkasnya.
Usai pembacaan surat dakwaan, hakim Douglas pun menunda persidangan selama satu Minggu untuk pembuktian. “Guna pembuktian, saya perintahkan JPU agar menghadirkan saksi-saksi pada persidangan yang akan datang,” kata Hakim Douglas menutup persidangan.
Editor: Agung