J5NEWSROOM.COM, Istanbul – Ribuan demonstran berkumpul di Istanbul pada hari Minggu (1/9) untuk memprotes undang-undang terbaru yang menurut para kritikus mengarah pada pembunuhan anjing-anjing liar di seluruh Turki.
Para anggota parlemen, termasuk dari Partai AK (AKP) yang berkuasa, bulan lalu menyetujui undang-undang baru yang bertujuan untuk menyingkirkan jutaan anjing liar dari jalan-jalan di Turki, dengan alasan keamanan.
Para penyayang binatang khawatir hal ini akan memperluas pemusnahan anjing-anjing liar, atau membuat anjing-anjing liar itu dikirim ke tempat penampungan yang penuh sesak dan sarat penyakit.
Para demonstran di Istanbul menyerukan agar undang-undang tersebut dicabut. Mereka membawa poster bertuliskan “tempat penampungan adalah kamp kematian” dan “cabut undang-undang berdarah”.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan undang-undang itu diperlukan untuk mengatasi “masalah anjing liar” di negara berpenduduk 85 juta jiwa itu. Pemerintah memperkirakan ada sekitar 4 juta anjing liar yang berkeliaran di jalan-jalan dan pedesaan di Turki. Meskipun sebagian besar tidak berbahaya, ada sejumlah orang, termasuk anak-anak, yang telah diserang.
Sebuah laporan yang dirilis “Safe Streets and Defense of the Right to Life Association,” sebuah organisasi yang mengkampanyekan pemusnahan semua anjing liar dari jalanan, mengatakan sejak tahun 2022 sedikitnya 65 orang telah meninggal akibat serangan anjing liar.
Undang-undang baru ini mengharuskan pemerintah kota untuk mengumpulkan anjing-anjing liar dan menempatkan mereka di tempat penampungan untuk divaksinasi, dikebiri, dan dimandulkan sebelum menyediakannya untuk diadopsi.
Anjing yang memiliki penyakit, sakit parah atau sekarat, dan menimbulkan risiko kesehatan bagi manusia akan disuntik mati.
Namun, banyak yang mempertanyakan dari mana pemerintah kota yang kekurangan dana akan mendapatkan uang untuk membangun tempat penampungan tambahan yang diperlukan.
Aktivis hak-hak hewan khawatir sebagian kota akan membunuh anjing-anjing tersebut dengan dalih mereka sakit dibanding mengalokasikan sumber daya untuk menampung mereka.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah