Oleh Shamsi Ali Al-Kajangi
SEBAGAIMANA tahun-tahun sebelumnya ISNA (Islamic Society of North America) atau Komunitas Muslim Amerika Utara melangsungkan pertemuan tahunan atau annual convention di Dallas TX, dari tanggal 30 September hingga 1 September (Labor Day). Diperkirakan ada sekitar 10,000 warga Muslim yang hadir mengikuti berbagai acara yang disajikan.
ISNA sendiri adalah satu dari puluhan organisasi nasional di Amerika Utara. Selain ISNA juga kita kenal ICNA (Islamic Circle of North America), MAS (Muslim American Society), CAIR (Council on American Islamic Relations), AMS (American Muslim Society), MUNA (Muslim Ummah of North America), dan beberapa yang lain.
Walaupun hampir semua organisasi Muslim di Amerika memiliki kesamaan namun masing-masih punya kekhususan dan spesialisasi kegiatan dan program. CAIR misalnya kita kenal sebagai organisasi yang bergerak di bidang pembelaan hak-hak sipil warga Muslim.
MAS dikenal kental dengan gerakan tarbiyah dan pembinaan anak-anak muda (youth). ICNA kental dengan kerja-kerja kemanusiaan (humanitarian) dengan ICNA Relief dan Helping Hand. Ada pula yang bergerak khusus di urusan publik, khusus politik seperti MPAC (Muslim Public Affairs Council).
ISNA sendiri boleh dikatakan merangkul semua kekhususan dan spesialisasi itu. ISNA juga sangat aktif dengan kegiatan kepemudaan (Youth) dengan MYNA (Muslim Youth of North America). Walaupun ada beberapa kegiatan kemanusiaannya, ISNA lebih dikenal sebagai organisasi keilmuan dan keagamaan. Salah satu organisasi anak ISNA yang paling populer adalah FCNA atau Fiqh Council of North America). FCNA ini adalah satu dari beberapa Majelis Fatwa keagamaan yang ada di Amerika Utara.
ISNA sebenarnya adalah organisasi atau institusi Islam tertua di Amerika Utara. Organisasi ini bermula dari perkumpulan dan aktifitas para mahasiswa Muslim di Amerika yang di kemudian hari berbentuk menjadi MSA (Muslim Student Association). Para alumni MSA inilah di kemudian hari mendirikan ISNA atau Masyarakat Muslim Amerika Utara.
Sebenarnya mayoritas tokoh-tokoh organisasi nasional lainnya, khususnya yang ada di MAS (Muslim American Sociery) adalah juga mantan bahkan masih dianggap sebagai tokoh ISNA. Imam Siraj Wahaj misalnya seorang Imam kharismatik dari Brooklyn New York sangat dikenal aktif di kedua organisasi itu. Selain beliau juga dikenal sebagai salah seorang pendiri MANA (Muslim Alliance of North America), organisasi yang menjadi perkumpulan Muslim Native American (non Imigran).
Barangkali yang unik juga adalah bahwa masing-masing organisasi ini punya dominasi ras dan etnis keanggotaan dan partisipasi. ICNA (Islamic Circle of North America) memang dikenal didirikan oleh saudara-saudara dari Asia Selatan, khususnya India dan Paksitan.
Sementara MAS (Muslim American Society) dominannya didirikan dan keanggotaannya didominasi oleh saudara-saudara dari Timur Tengah. ISNA lebih identik dengan lintas etni dan tetap menjaga keragaman. Walaupun diakui sering terjadi tarik menarik dan kompetisi sehat antara Muslim Timur Tengah dan Muslim Asia Selatan dalam kepemimpinan ISNA.
Secara ideologi pergerakan ISNA memang tidak memiliki jalur yang khusus. Berbeda misalnya dengan MAS dan ICNA. Muslim American Society (MAS) memiliki ideologi pergerakan ikhwani (Ikhwanul Muslimun) yang didirikan oleh Sheikh Hasan Al-Banna di Mesir.
Sementara Islamic Circle of North America) mengikuti ideologi Jamaah Islamiyah yang didirikan oleh Sheikh Abul A’la Maududi di Pakistan. Kedekatan ideologi pergerakan Ikhwani dan Jamaah Islamiyah menjadikan pertemuan tahunan (Convention) MAS dan ICNA menyatu.
Namun yang disyukuri, walau masing-masing punya ideologi organisasi dan pergerakan serta spesialisasi program semua organisasi nasional ini sangat menyadari “kesamaan tujuan” dan ikatan akidah yang satu: akidah Islamiyah. Perbedaan-perbedaan ideologi (filosofi) pergerakan (bukan keyakinan keagamaan) maupun dominasi etnis dan program tidak tidak menjadikan mereka renggang dan berpecah. Mereka sangat sadar bahwa semua organisasi yang ada bertujuan meninggikan Kalimah Allah (li i’laa Kalimatillah) di bumi Amerika.
Yang masih terus menjadikan saya pribadi galau dan sedikit sedih adalah minimnya peranan bahkan hampir tidak adanya partisipasi komunitas Muslim dari bumi Nusantara (Indonesia, Malaysia, Brunei, dll). Lebih khusus lagi komunitas Muslim Indonesia yang seringkali membanggakan diri sebagai representasi “the largest Muslim country in the world”. Namun hanya segelintir yang hadir sebagai peserta. Apalagi mewakili wajah Muslim Nusantara sebagai pemain, termasuk sebagai narasumber atau pembicara (speaker).
Benarlah memang benar kata sebagian bahwa orang-orang Indonesia itu memang jago. Tapi jago di kandang sendiri. Bisa mengadakan acara yang bagus dan hebat. Tapi acara itu dari mereka, oleh mereka dan untuk mereka sendiri. Di acara-acara warga Indonesia, bahkan yang dilabeli internasional sekalipun, hampir tidak kelihatan pertisipadi non Indonesia. Karena memang itu adalah refleksi balik atau cerminan “kepasifan” warga Indonesia dalam kegiatan-kegiatan antar komunitas. Lebih khusus lagi di kegiatan-kegiatan global, termasuk di Amerika.
Why? Jangan tanya pada rumput yang menati. Bukan juga pada gelombang yang bergerak gemulai….entah kapan rumput itu menjadi pohon tinggi dan berubah dan buah ya dirasakan oleh masyarakat lain. Entah pula kalan gelombang itu berubah menjadi ombak dahsyat yang meninggi. Bergerak tinggi ke atas untuk memperlihatkan bahwa Umat Islam Indonesia memang eksis dan juga bisa.
Akankah? Yes we can. Asal jangan dalam mimpi terus!
Udara Dallas-NYC, 1 September 2024
Penulis adalah Putra Kajang di Kota New York Amerika Serikat. Naskah ini dikirim via japri oleh penulis ke J5NEWSROOM.COM, Selasa, 3 September 2024