J5NEWSROOM.COM, Jambi – Desa Mencolok, Kecamatan Sungai Toman, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, mulai menggeliat di tengah datangnya musim hujan.
Para petani di desa tersebut kini kembali ke ladang untuk menanam padi darat. Di lahan seluas tiga hektar, Muslim Rambe, seorang petani sukses di wilayah itu, memimpin penanaman padi jenis Sirane.
“Kami sengaja menanam padi pada bulan September, bersamaan dengan musim hujan yang mulai tiba. Pada Oktober hingga Desember, padi ini akan tumbuh subur,” ujar Muslim Rambe, Kamis (12/9/2024). Dengan keyakinan, ia memperkirakan panen akan berlangsung lima bulan ke depan.
Bukan hanya padi yang menjadi fokus Muslim dan petani lain di Desa Mencolok. Lahan mereka juga ditanami kacang panjang, jagung, dan pisang. Selain bertani, mereka pun beternak ayam serta memelihara ikan di kolam-kolam sederhana. Hasil panen dan ternak nantinya akan dijual ke kota Jambi, sebuah upaya memperluas pasar dan menopang ekonomi desa.
“Padi Sirane ini cepat bertunas, dalam seminggu sudah mulai terlihat pertumbuhannya,” jelas Muslim, sambil menunjukkan lahan yang telah disemai bibit padi darat asal Dusun Tanjung Baru, Sumatera Utara. Lahan tiga hektar tersebut diproyeksikan sebagai percontohan bagi jenis padi darat di wilayah Tanjung Jabung Timur.
Di sela optimisme para petani, kekhawatiran tetap ada. Hama menjadi ancaman tersendiri, sebagaimana disampaikan Tua, salah satu petani setempat. “Semoga saja padi yang kita tanam ini tidak terkena hama,” ujarnya dengan nada penuh harap.
Tanjung Jabung Timur memang menjadi salah satu lumbung padi di Provinsi Jambi. Selain sawit, pertanian padi masih menjadi tulang punggung utama ekonomi wilayah ini. Namun, perubahan iklim akibat fenomena El Nino menambah tantangan para petani. Meski musim hujan telah tiba, intensitasnya belum sepenuhnya normal.
“Prediksi El Nino akan berlanjut hingga Februari 2024. Namun, kami berharap pada November hingga Desember nanti hujan akan lebih sering turun,” ujar Ali Daut, tokoh petani setempat. Ia juga menekankan pentingnya menanam padi Gogo atau padi darat sebagai langkah adaptasi atas kekurangan air yang kemungkinan masih berlanjut.
Sementara itu, meski petani biasanya memulai musim tanam di Oktober, kini mereka menyesuaikan diri dengan situasi yang ada. “Kami harus bijak memilih waktu tanam, melihat perubahan cuaca yang tak menentu,” tambah Ali.
Harapan besar kini terletak pada bibit-bibit yang ditanam, padi yang bertunas, dan musim hujan yang setia menyirami lahan. Bagi warga Desa Mencolok, padi darat tak hanya soal bertani. Ini adalah soal bertahan, beradaptasi, dan terus berharap pada alam yang tak selalu bisa ditebak.
Editor: Agung