Susi Pudjiastuti Tolak Kebijakan Ekspor Pasir Laut, Lebih Baik untuk Tinggikan Wilayah Pantura

Founder Susi Air, Susi Pudjiastuti. (Foto: TEMPO/Febri Angga Palguna)

J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, secara tegas menolak langkah pemerintah membuka kembali ekspor pasir laut. Kebijakan yang diberlakukan setelah 20 tahun pelarangan ini, menurut Susi, bisa berdampak negatif terhadap lingkungan dan keberlangsungan wilayah pesisir Indonesia.

“Pasir, sedimen, apapun disebutnya, sangat penting untuk keberadaan kita,” tulis Susi melalui akun X pribadinya, @susipudjiastuti, Rabu (18/9/2024). Susi menekankan bahwa meski pemerintah boleh mengambil pasir atau sedimen dari pesisir laut, ia mengimbau agar material tersebut digunakan untuk memperbaiki wilayah yang terkena abrasi, seperti Pantai Utara (Pantura) Jawa, bukan untuk diekspor.

Wilayah Pantura, lanjut Susi, telah mengalami abrasi parah dan sebagian bahkan sudah tenggelam. Ia meminta pemerintah fokus mengembalikan daratan dan sawah rakyat di kawasan tersebut. “BUKAN DIEKSPOR!! Semoga yang mulia yang mewakili rakyat Indonesia memahami,” ucapnya dengan penuh harap.

Kebijakan pembukaan ekspor pasir laut ini diresmikan melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 21 Tahun 2024, yang merupakan perubahan atas aturan sebelumnya. Dengan adanya aturan ini, setidaknya 66 perusahaan telah mendaftar untuk mendapatkan izin mengelola pasir laut, dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan tujuh lokasi pembersihan hasil sedimentasi di perairan Laut Jawa, Selat Makassar, dan Natuna.

Lokasi-lokasi tersebut mencakup perairan di Kabupaten Demak, Kota Surabaya, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, serta wilayah Kutai Kartanegara, Balikpapan, Pulau Karimun, Pulau Lingga, dan Pulau Bintan di Provinsi Kepulauan Riau.

Kritik keras juga datang dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Parid Ridwanuddin, Manajer Kampanye Pesisir Laut dan Pulau Kecil Walhi, menyebut kebijakan ekspor pasir laut ini sebagai ancaman terhadap kedaulatan Indonesia. Ia menyoroti dampak penambangan pasir laut yang dapat menyebabkan daratan Indonesia semakin menyusut, sementara negara lain yang menerima pasir tersebut, seperti Singapura, semakin meluas.

“Kerugiannya bukan hanya pulau-pulau hilang, tapi daratan Indonesia semakin mengecil, sedangkan negara tetangga sebelah semakin meluas,” kata Parid saat dihubungi pada Minggu (15/9/2024).

Dengan berbagai kritikan ini, kebijakan ekspor pasir laut menjadi perhatian serius banyak pihak yang khawatir akan dampaknya terhadap lingkungan, ekonomi, dan kedaulatan Indonesia.

Sumber: Tempo.co
Editor: Agung