J5NEWSROOM.COM, Beirut – Israel mengumumkan pada Sabtu (28/9) bahwa serangan udara di pinggiran selatan Beirut sehari sebelumnya telah menewaskan pemimpin Hizbullah, Sayyed Hassan Nasrallah. Kehilangan pemimpin kelompok militan ini dianggap sebagai dampak berat bagi Hizbullah, yang saat ini tengah menghadapi serangan intensif dari Israel.
Kematian Nasrallah terkonfirmasi, dan kepergiannya dipandang sebagai pukulan signifikan tidak hanya bagi Hizbullah, tetapi juga bagi Iran. Nasrallah telah menjadi tokoh sentral dalam “Poros Perlawanan” yang didukung oleh Teheran, berkontribusi pada pengaruh Iran di kawasan Timur Tengah.
Di sisi lain, Hizbullah mengonfirmasi pada hari yang sama bahwa pemimpin mereka, Nasrallah, telah meninggal akibat serangan Israel.
Meskipun demikian, Hizbullah menyatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka akan terus berjuang melawan Israel “untuk mendukung Gaza dan Palestina serta membela Lebanon dan rakyatnya yang berani dan bermartabat.” Namun, rincian mengenai kematian Nasrallah tidak diungkapkan.
Militer Israel menyatakan bahwa Nasrallah terbunuh dalam “serangan terarah” terhadap markas bawah tanah kelompok tersebut yang terletak di bawah sebuah gedung perumahan di Dahiyeh, pinggiran selatan Beirut yang dikuasai Hizbullah.
Israel menambahkan bahwa Nasrallah tewas bersama beberapa pemimpin senior Hizbullah, termasuk Ali Karaki, serta komandan lainnya.
“Serangan itu dilakukan ketika jajaran komando senior Hizbullah beroperasi dari markas besar mereka dan meluncurkan aktivitas teroris terhadap warga Israel,” jelasnya.
Sementara itu, media pemerintah Iran, IRNA, melaporkan bahwa Jenderal Abbas Nilforoushan, Wakil Komandan Operasi Garda, juga “tewas dalam serangan Israel di Lebanon yang turut menewaskan pemimpin Hizbullah.”
Serangan udara yang terjadi pada Jumat (27/9) di Dahiyeh mengguncang Beirut. Menurut sumber keamanan Lebanon, serangan itu menyebabkan serangkaian ledakan besar yang menciptakan kawah dengan kedalaman minimal 20 meter.
Serangan itu diikuti oleh serangan udara tambahan di Dahiyeh dan wilayah lainnya di Lebanon pada Sabtu. Ledakan besar menerangi malam dan serangan lebih lanjut menghantam kawasan tersebut pada pagi hari, dengan asap mengepul di atas kota.
Hizbullah juga melanjutkan serangan roket lintas batas, memicu sirene dan membuat penduduk Israel berlarian mencari perlindungan. Sistem pertahanan rudal Israel berhasil menggagalkan sebagian besar roket tersebut, dan tidak ada laporan mengenai korban cedera akibat serangan itu.
Eskalasi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa konflik bisa meluas, berpotensi melibatkan Iran, pendukung utama Hizbullah, serta Amerika Serikat.
Dalam beberapa jam setelah serangan pada Jumat, seorang sumber dekat Hizbullah menyatakan kepada Reuters bahwa Nasrallah masih hidup. Kantor berita Iran, Tasnim, juga melaporkan bahwa ia selamat.
Pesawat Iran Diminta Tak Mendarat
Kementerian Transportasi dan Pekerjaan Umum Lebanon meminta sebuah pesawat Iran untuk tidak memasuki wilayah udara Lebanon. Permintaan ini muncul setelah Israel memperingatkan pengawas lalu lintas udara di Bandara Beirut pada Jumat bahwa mereka akan menggunakan “kekuatan” jika pesawat itu mendarat, menurut seorang sumber dari Kementerian Transportasi Lebanon kepada Reuters. Sumber tersebut menyatakan bahwa isi pesawat tidak jelas, dan “prioritasnya adalah keselamatan orang-orang.”
Juru bicara militer Israel, Laksamana Muda Daniel Hagari, pada Jumat malam menyatakan bahwa pesawat Angkatan Udara Israel “berpatroli di area bandara Beirut” dan tidak akan mengizinkan “penerbangan musuh dengan senjata mendarat” di sana.
“Kami mengetahui adanya transfer senjata Iran ke Hizbullah dan akan menggagalkannya,” ujarnya.
Hizbullah menembakkan ratusan roket dan rudal ke target-target di Israel, termasuk Tel Aviv. Kelompok tersebut mengklaim telah meluncurkan lebih banyak roket pada hari Sabtu. Sistem pertahanan udara Israel memastikan kerusakan akibat serangan tersebut sejauh ini minimal.
Militer Israel menyatakan bahwa negara tersebut dalam keadaan siaga tinggi terhadap kemungkinan konflik yang lebih luas dan berharap kematian Nasrallah akan mengubah arah tindakan kelompok itu.
“Kami berharap ini akan mengubah tindakan Hizbullah,” ujar Letnan Kolonel Nadav Shoshani dalam jumpa pers. Namun, ia menambahkan bahwa masih diperlukan waktu untuk melemahkan kemampuan Hizbullah.
“Kami telah menyaksikan Hizbullah menyerang kami selama setahun. Aman untuk berasumsi bahwa mereka akan terus meluncurkan serangan atau berusaha melakukannya,” tambahnya.
Beberapa jam sebelum serangan terbaru, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan kepada PBB bahwa negaranya berhak melanjutkan serangan.
“Selama Hizbullah memilih jalur perang, Israel tidak memiliki pilihan lain, dan Israel berhak mengatasi ancaman ini serta memastikan keselamatan warganya,” ujarnya.
Beberapa delegasi meninggalkan ruangan saat Netanyahu mendekati podium. Ia kemudian memperpendek perjalanannya ke New York untuk segera kembali ke Israel.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah