Oleh Dr Aqua Dwipayana
BANYAK teman yang menyampaikan niatnya untuk melakukan sesuatu hal yang terkait dirinya. Intinya ingin berubah menjadi lebih baik. Meninggalkan zona nyaman untuk menghadapi tantangan lebih besar yang berada di depannya.
Mereka sengaja menyampaikannya ke saya. Selain memohon doa agar terwujud, juga meminta saran untuk merealisasikannya.
Saya mendoakan mereka. Sekaligus memberikan masukan hal-hal yang sebaiknya mereka lakukan. Ada tahapan-tahapannya. Saran-saran yang saya sampaikan sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan yang saya miliki.
Sebagian besar mereka niatnya sama dengan yang pernah saya lakukan. Setelah sekian lama bekerja sebagai karyawan, ingin berhenti dan mandiri. Atasan satu-satunya atasan hanya TUHAN.
Mereka melihat dan menilai proses dari karyawan ke mandiri yang saya lakukan lancar, menyenangkan, dan berhasil. Tidak ada masalah baik bagi diri saya maupun lingkungan terdekat terutama keluarga. Seluruhnya mendukung.
Semua pengalaman yang pernah saya alami, saya ceritakan ke mereka. Plus minusnya. Tidak ada yang dirahasiakan apalagi disembunyikan.
Tujuannya agar jika dinilai baik, mereka mencontohnya. Minimal tekad, semangat, dan keseriusannya.
Menantang dan Menyenangkan
Setelah saya menceritakan semuanya plus memberikan saran-saran sesuai kebutuhan masing-masing, mereka semangat untuk segera mewujudkan niat baiknya itu. Membayangkan menjalani kehidupan yang baru dengan suasana lebih menantang dan menyenangkan.
Sesudah pertemuan berlalu sehari, seminggu, sebulan, bahkan setahun lebih, tidak ada perubahan yang signifikan. Mereka tetap seperti semula, hidupnya masih tergantung kepada orang lain. Setiap bulan mengandalkan penghasilan dari perusahaan tempatnya bekerja.
Saat ketemu saya, beragam alasan disampaikan mereka. Ada yang tidak mendapat izin dari orang tua, istri/suami, dan anak-anaknya. Ada juga yang khawatir karena masih punya pinjaman di bank. Takut tidak bisa mengangsurnya.
Selain itu dalam benak mereka, timbul beragam ketakutan. Utamanya takut gagal sehingga tidak punya penghasilan tetap setiap bulannya.
Mereka tidak punya nyali meninggalkan zona nyaman. Beragam ketakutan muncul dalam diri mereka, meski sama sekali belum mencobanya.
Padahal, jauh sebelum TUHAN mewujudkan alam semesta, rezeki setiap orang telah dicatat di Lauhul Mahfudz. Tidak akan tertukar dengan orang lain.
Mereka yang meyakini itu tidak pernah khawatir dengan rezekinya karena sebelum mereka lahir, telah ada ketetapannya. Terpenting terus “bergerak”, berusaha “menjemputnya” dengan cara yang halal dan diridhoi TUHAN.
Hingga kini, mereka masih seperti yang dulu. Hanya sebatas niat, tidak ada tindak lanjutnya. Tidak ada keseriusan untuk mewujudkannya.
Kesimpulannya, niat saja tidak cukup. Paling utama adalah keseriusan dan kesungguhan untuk mewujudkannya. Semua tergantung kepada individu masing-masing.
Ingat, niat baik segera laksanakan secara totalitas. Bersamaan dengan itu berdoa, memohon kepada TUHAN untuk membantu mewujudkannya secara optimal. Aamiin ya robbal aalamiin.*
Jakarta, 17.00 07102024
Penulis adalah Pakar Komunikasi dan Motivator Nasional.