J5NEWSROOM.COM, Nikel Indonesia secara resmi terdaftar sebagai komoditas yang dianggap melibatkan pekerja paksa dan/atau pekerja anak dalam daftar yang dirilis pada 5 September 2024. Daftar ini diatur dalam Trafficking Victims Protection Reauthorization Act, yang sering disebut sebagai daftar TVPRA.
Pekerja Paksa di Sulawesi
Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat mengutip sejumlah laporan yang menyebutkan bahwa fasilitas pengolahan nikel di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan, mayoritas dimiliki oleh perusahaan China, mempekerjakan warga negara China sebagai pekerja paksa. Laporan tersebut menyatakan bahwa “mereka direkrut melalui penipuan, dibayar lebih rendah dari kontrak, bekerja lebih lama, serta mengalami kekerasan fisik dan verbal.”
Para pengamat menilai bahwa daftar ini merupakan pukulan berat, terutama saat Indonesia berusaha memasarkan nikel ke pasar Amerika. Cullen Hendrix dari Peterson Institute for International Economics (PIIE) mengungkapkan, “Istilah sastranya, ibarat surat merah.” Ia menambahkan, “Dengan penetapan ini, setiap pembahasan mengenai perjanjian perdagangan bebas untuk mineral penting dengan Indonesia akan diawali dengan tuduhan dari pemerintah Amerika Serikat, khususnya Departemen Tenaga Kerja, bahwa sektor nikel Indonesia terlibat kerja paksa.”
Indonesia Ingin Jual Nikel ke Amerika Serikat
Indonesia berusaha menjalin kerja sama perdagangan bebas terbatas dengan Amerika Serikat, terutama untuk nikel. Negara ini ingin agar nikel dari Indonesia dapat memasuki pasar mobil listrik Amerika yang mendapat insentif pajak dari UU Pengurangan Inflasi. Namun, sejumlah laporan mengungkapkan bahwa industri nikel Indonesia terpengaruh oleh keberadaan China, masalah tenaga kerja, dan kerusakan lingkungan, yang membuat perjanjian perdagangan mendapatkan penolakan di Senat Amerika Serikat.
Menurut pengamat energi dari Energy Shift Institute, Putra Adhiguna, laporan-laporan tersebut masih direspons secara terbatas oleh pemerintah Indonesia. Namun, masuknya nikel Indonesia dalam daftar TVPRA dianggap sebagai tekanan baru. Ia berharap bahwa dengan masuknya nikel ke dalam daftar ini, pembicaraan antara pemerintah akan meningkat, sehingga ada eskalasi yang lebih tinggi.
Nasib Perjanjian Dagang Bebas Terbatas
Meski begitu, kedua analis sepakat bahwa perjanjian dagang bebas terbatas antara Amerika Serikat dan Indonesia belum hilang. Terlebih, Indonesia merupakan produsen utama bijih nikel. Cullen Hendrix menambahkan, “Secara realistis, saat ini Indonesia telah menambang sekitar separuh dari nikel dunia, dan Badan Energi Internasional memperkirakan bahwa pangsa tersebut akan meningkat menjadi sekitar 62 persen pada tahun 2030.”
Putra Adhiguna menyatakan bahwa daftar ini menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk menunjukkan perbaikan dalam industri nikel, tidak hanya bagi pekerja warga negara China, tetapi juga bagi pekerja Indonesia sendiri. “Ketika pihak Amerika Serikat bersedia untuk membahas hubungan jangka panjang, hal-hal apa yang perlu diperbaiki dalam waktu tertentu. Indonesia harus menunjukkan bukti konkret atas langkah-langkah yang telah diambil dalam satu tahun terakhir,” tutupnya.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah