Setelah Diresmikan, akankah Istana Negara di IKN Jadi Simbol Semata?

Istana Garuda, calon Istana Kepresidenan, dan kantor menteri terlihat sedang dibangun di ibu kota baru Nusantara di Kalimantan Timur, 16 Agustus 2024. (Foto: Reuters)

J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Presiden Jokowi berharap Istana Negara di IKN yang baru saja diresmikan dapat mendukung kinerja dan tugas pemerintahan ke depan dengan lebih baik. Bangunan tersebut dirancang untuk mendukung berbagai aktivitas besar yang memerlukan ruang yang luas dan representatif.

“Kita harapkan kegiatan-kegiatan kenegaraan yang besar yang butuh tempat besar bisa dilakukan di sini di IKN,” ungkap Jokowi setelah peresmian Istana Negara di IKN, Kalimantan Timur, Jumat (11/10).

Ia mengapresiasi kinerja semua pihak dalam pembangunan Istana Negara tersebut. “Kalau dari sisi kualitas saya harus ngomong apa adanya, bagus. Finishing-nya bagus, pengecatan bagus, sampai detail-detail ukiran bagus,” jelasnya.

Jokowi juga mengatakan pembangunan Istana Negara selesai tepat waktu, meskipun Istana Garuda—salah satu bangunan penting lainnya di kawasan tersebut—masih dalam tahap penyelesaian. Ia menyebut bahwa Istana Garuda akan diresmikan oleh Presiden Prabowo Subianto setelah rampung.

“Hari ini saya akan resmikan Istana Negara terlebih dahulu dan nanti untuk Istana Garuda akan diresmikan oleh presiden (terpilih) Prabowo Subianto,” tuturnya.

Presiden menekankan bahwa tidak ada upaya tergesa-gesa dalam pembangunan, dan semuanya berjalan sesuai dengan target yang ditetapkan. Ia kembali menegaskan pentingnya proses pembangunan yang matang. “Kita juga tidak ingin tergesa-gesa, semuanya yang paling penting berjalan sesuai dengan target waktu yang telah ditentukan,” tegasnya.

Juru Bicara Badan Otorita IKN, Troy Pantouw, dalam siaran persnya menegaskan peresmian Istana Negara sebagai tonggak penting dalam pembangunan Nusantara, yang merupakan langkah nyata menuju pemindahan pusat pemerintahan yang substansial. Otorita IKN terus memastikan bahwa infrastruktur ini dirancang dengan memperhatikan nilai-nilai keberlanjutan dan integrasi budaya.

“Peresmian Istana Negara di IKN menandai tonggak penting dalam pembangunan ibu kota baru yang mewakili masa depan Indonesia. Ini bukan hanya tentang gedung fisik, tetapi juga simbol kuat dari semangat bangsa kita untuk bergerak maju menuju kota yang cerdas, hijau, dan berkelanjutan,” ungkap Troy.

Otorita IKN berharap peresmian ini akan membuat masyarakat merasakan manfaat dari pembangunan IKN sebagai pusat pemerintahan dan simbol kebanggaan nasional yang akan meningkatkan kesejahteraan seluruh warga Indonesia.

Akankah Hanya Menjadi Simbol Semata?

Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah, menilai peresmian Istana Negara di IKN mungkin hanya akan menjadi simbol. Ia memperkirakan, presiden terpilih Prabowo Subianto akan lebih banyak berkegiatan di Jakarta, sehingga Jakarta masih akan menjadi pusat pemerintahan selama lima tahun ke depan.

“Saya menduga (Istana Negara) IKN yang ada di sana hanya simbolik saja. Karena Pak Prabowo saya rasa akan (bersikap) rasional. Memang nanti akan diteruskan karena jika tidak, biayanya sudah keluar banyak,” ungkapnya saat berbincang dengan VOA.

Trubus berpendapat Prabowo akan lebih mengutamakan janji-janji politiknya ketimbang melanjutkan pembangunan IKN dengan anggaran yang besar. Program unggulannya, seperti makan siang bergizi gratis, juga akan menyedot anggaran negara yang cukup tinggi.

“Keberadaan IKN sendiri paling hanya dilanjutkan berdasarkan pada investasi, sejauh mana investasi itu ada. Kelihatannya tidak terlalu besar dianggarkan di APBN nanti, karena anggaran negara lebih mengutamakan programnya sendiri seperti program makan siang gratis,” jelasnya.

Ia juga menilai, dari sisi efisiensi, akan lebih hemat jika kegiatan pemerintahan lebih banyak dilakukan di Jakarta ketimbang di IKN. Dengan demikian, anggaran negara bisa disalurkan untuk program-program yang berdampak langsung bagi rakyat.

Trubus menyoroti strategi pembangunan IKN yang menurutnya tidak terencana dengan baik. Ia berpendapat seharusnya Istana Negara dan kantor presiden tidak dibangun terlebih dahulu. “Tetapi menurut saya ada sedikit kekeliruan karena seharusnya Istana dibangun belakangan. Yang dibangun terlebih dahulu harusnya konektivitasnya, misalnya bandara, jalan, pelabuhan. Jadi kantor menteri dan kantor presiden itu nanti saja dibangunnya,” jelasnya.

Sementara itu, Dinamisator Wilayah Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur, Mareta Sari, menilai pemerintahan seharusnya mempertimbangkan untuk menghentikan dan mengevaluasi pembangunan IKN. JATAM menganggap pembangunan IKN merupakan etalase dan episentrum dari penghancuran di wilayah lain.

“Kenapa? Karena pembangunan ibu kota yang memakai slogan bersih, hijau, forest city, itu sebenarnya adalah jargon untuk menarik investor dan memperdagangkan industri hilirisasi,” katanya.

Mareta mencontohkan bahwa kendaraan di IKN akan menggunakan kendaraan listrik, yang berarti pembongkaran di kawasan pertambangan nikel di Sulawesi dan Maluku akan terus dilanjutkan. Selain itu, listrik yang digunakan tidak lagi dari batu bara tetapi dari energi seperti PLTA yang rencananya akan ditarik dari wilayah tetangga seperti Kalimantan Utara.

“Yang ini artinya kita tahu bagaimana cerita bendungan untuk PLTA juga mengacaukan wilayah lain bahkan menyingkirkan dan menghilangkan situs kebudayaan,” ungkap Mareta saat berbincang dengan VOA.

Permasalahan ini, tambahnya, ditambah dengan berbagai tumpukan konflik sosial sejak IKN mulai dibangun. Jika tidak diatasi, permasalahan ini bisa menjadi bom waktu di masa depan. Ia menekankan bahwa pembangunan IKN dengan menggunakan APBN setidaknya 20 persen bisa lebih bermanfaat jika digunakan untuk menangani permasalahan lain seperti membangun sekolah atau memperbaiki sektor lingkungan.

“Maka kami mendesak untuk ini dihentikan dan dievaluasi secara bersama, supaya ada keadilan. Kalaupun ini akan dilanjutkan, seperti apa mekanisme keberlanjutannya? Apakah akan tetap menggusur? Apakah tetap harus mempertaruhkan wilayah lain? Apakah akan memakai APBN saat masyarakat kesulitan dengan kondisi fluktuasi ekonomi yang tidak stabil? Perlu dievaluasi secara menyeluruh tidak hanya oleh pemerintah, tetapi oleh masyarakat dan mereka harus mendengar informasinya,” pungkasnya.

Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah