J5NEWSROOM.COM, Tel Aviv – Sistem pertahanan udara Israel, Iron Dome, akhirnya berhasil dibobol dalam serangan yang diluncurkan oleh kelompok Hizbullah, kelompok pro-Iran yang berbasis di Lebanon. Serangan tersebut menargetkan pangkalan militer Brigade Golani Israel di sekitar 40 mil dari perbatasan Lebanon, menewaskan empat personel militer Israel. Insiden ini terjadi pada Minggu (13/10/2024) malam, sekitar pukul 19.00 waktu setempat.
Serangan tersebut dilakukan menggunakan pesawat nirawak atau drone yang diluncurkan dari Lebanon Selatan, menembus sistem pertahanan udara Israel tanpa terdeteksi. Drone itu berhasil menghantam ruang makan pangkalan militer tersebut ketika para prajurit tengah menikmati makan malam.
Serangan ini disebut-sebut sebagai salah satu yang paling berdarah bagi Israel sejak konflik antara kedua pihak kembali memanas pada Oktober lalu.
Kelemahan Iron Dome Terungkap
Iron Dome, yang dikenal sebagai sistem pertahanan udara canggih Israel, biasanya diandalkan untuk menangkis roket dan rudal yang ditembakkan ke wilayah Israel. Namun, insiden ini mengungkap kelemahan sistem tersebut dalam menghadapi drone berkecepatan rendah dan terbang rendah, seperti yang digunakan Hizbullah dalam serangan kali ini.
“Ini adalah tanda bahwa Hizbullah sedang memulihkan keseimbangan strategisnya setelah serangan terhadap komando dan kepemimpinannya,” ujar Daniel Sobelman, pakar keamanan dari Universitas Ibrani Yerusalem, seperti dikutip oleh CNN.
Meski militer Israel belum mengungkapkan secara rinci jenis pesawat nirawak yang digunakan dalam serangan ini, sejumlah pakar menilai kemungkinan besar pesawat tersebut adalah Mirsad, drone yang diproduksi Iran dan dikenal sebagai Ababil di negara tersebut.
Serangan yang Menunjukkan Keberhasilan Intelijen Hizbullah
Serangan yang menghantam pangkalan militer elit Israel ini menunjukkan bagaimana Hizbullah telah mempersiapkan serangan dengan mengumpulkan informasi intelijen secara mendalam. Baik waktu serangan maupun lokasi yang ditargetkan memperlihatkan kemampuan Hizbullah dalam memaksimalkan jumlah korban dan efektivitas serangan mereka.
Insiden ini bukan pertama kalinya Israel menghadapi serangan drone dari Hizbullah. Pada Juni lalu, kelompok tersebut merilis video yang direkam oleh drone, menampilkan lokasi-lokasi sipil dan militer di sekitar Haifa, salah satu kota terbesar di Israel.
Respons Israel dan Dampak Konflik
Militer Israel telah merespons serangan tersebut dengan serangan udara intensif serta operasi darat yang menargetkan posisi Hizbullah di Lebanon Selatan. Sejak dimulainya operasi darat pada 16 September, lebih dari 1.500 warga Lebanon dilaporkan tewas akibat serangan Israel. Sementara itu, sekitar 60.000 orang telah dievakuasi dari wilayah utara Israel karena intensitas serangan roket Hizbullah yang terus berlangsung sejak awal Oktober.
Meskipun Israel telah mengerahkan pasukan besar di Lebanon Selatan, termasuk empat divisi militer, sejumlah analis menilai bahwa konflik ini bisa berkembang menjadi perang yang lebih luas dibandingkan dengan invasi Israel ke Lebanon pada 2006. Saat itu, sekitar 30.000 tentara Israel dikerahkan ke Lebanon dan perang berlangsung selama 34 hari, menewaskan sekitar 1.100 warga Lebanon dan 170 warga Israel, termasuk 120 prajurit.
“Dengan kemampuan Hizbullah yang semakin kuat untuk melancarkan serangan dan mengganggu kehidupan di Israel utara, ini menunjukkan bahwa mereka kembali stabil secara operasional,” tutur Sobelman.
Serangan ini menegaskan kembali kompleksitas konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Hizbullah, dan bagaimana ancaman dari kelompok-kelompok proksi Iran di kawasan Timur Tengah masih menjadi tantangan besar bagi Israel.
Sumber: CNBC
Editor: Agung