Indonesia Sampaikan Keinginan Bergabung dengan BRICS, Apa Manfaatnya?

Presiden China Xi Jinping, Presiden Rusia Vladimir Putin, dan Perdana Menteri India Narendra Modi, menghadiri KTT BRICS di Kazan, Rusia, pada 23 Oktober 2024. (Foto: via Reuters)

J5NEWSROOM.COM, KTT BRICS ke-16 yang berlangsung selama tiga hari sejak Selasa (22/10) di Kota Kazan, Rusia, ditutup dengan pidato Presiden Rusia Vladimir Putin yang menyebut BRICS sebagai “blok negara-negara berkembang yang menjadi penyeimbang” Barat.

Tiga puluh enam pemimpin atau perwakilan negara menghadiri KTT tersebut, yang menyoroti kegagalan upaya yang dipimpin Amerika untuk mengisolasi Rusia setelah invasi Ukraina pada 24 Februari 2022.

Dalam forum itu, Menteri Luar Negeri Sugiono, yang diutus oleh Presiden Prabowo Subianto, menyampaikan keinginan Indonesia untuk bergabung menjadi anggota BRICS. Ia juga mengajukan beberapa langkah konkret untuk memperkuat kerja sama antara BRICS dan Global South.

“Bergabungnya Indonesia ke BRICS adalah realisasi dari politik luar negeri bebas aktif. Ini bukan berarti kita berpihak kepada kubu tertentu, tetapi berpartisipasi aktif di semua forum. Kami juga melihat bahwa prioritas BRICS selaras dengan program kerja Kabinet Merah Putih, terutama dalam hal ketahanan pangan dan energi, pemberantasan kemiskinan, dan pengembangan sumber daya manusia,” ungkap Sugiono dalam forum tersebut.

Sugiono menambahkan bahwa melalui BRICS, Indonesia ingin mengangkat kepentingan bersama negara-negara berkembang atau Global South, termasuk menegakkan hak atas pembangunan berkelanjutan, di mana negara-negara berkembang memerlukan ruang kebijakan dan negara maju harus memenuhi komitmen mereka; serta mendukung reformasi sistem multilateral agar lebih inklusif, representatif, dan sesuai dengan realitas saat ini.

Ia juga menggarisbawahi pentingnya memperkuat badan internasional tersebut dan perlunya sumber daya yang memadai untuk memenuhi mandatnya.

Sedang Cari Alternatif Pola

Menanggapi keinginan Indonesia untuk menjadi anggota BRICS, pengamat hubungan internasional dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Nanto Sriyanto, berpendapat bahwa Indonesia ingin mencari alternatif pola pembangunan dari yang selama ini dianggap dominan.

Lembaga keuangan internasional, seperti IMF dan Bank Dunia, cenderung mengedepankan peran pasar, yang mengakibatkan peran negara dianggap cukup “minimalis.” Namun, di banyak negara Selatan, peran negara dianggap penting karena infrastruktur perekonomian belum cukup mapan.

Menurut Nanto, kehadiran BRICS akan membuka peluang untuk skema pembangunan yang tidak hanya berbasis target ideal lembaga keuangan internasional, tetapi juga mendorong peran negara yang tidak selalu dipandang negatif.

Meskipun demikian, bergabungnya Indonesia ke BRICS tidak berarti Indonesia sepenuhnya meninggalkan “Barat.”

“Meskipun ada kesan pembelahan, namun tidak ada saling mengekslusi karena hubungan perdagangan antara kelompok BRICS dan Barat tetap kuat. Contohnya, India yang merupakan anggota BRICS juga memiliki hubungan ekonomi yang baik dengan Jepang, bahkan menjalin kemitraan strategis di isu-isu lain. Jadi, saya rasa Indonesia tidak serta merta meninggalkan pola yang lama hanya karena bergabung dengan BRICS,” ujarnya kepada VOA, Jumat (25/10).

Condong Jalin Hubungan ke Non-Barat

Dalam wawancara terpisah, pakar hubungan internasional di Universitas Diponogoro, Mohamad Rosyidin, menyatakan bahwa Prabowo Subianto tidak terlalu khawatir dengan respons Barat jika Indonesia bergabung dengan BRICS, karena “sejak awal terlihat bahwa Prabowo lebih condong menjalin hubungan dengan negara-negara besar non-Barat, seperti Rusia dan China.”

Sejarah dan reputasi Indonesia sebagai pemimpin Global South diyakini akan memperkuat komitmen Indonesia dan solidaritas negara-negara selatan.

Lebih lanjut, Rosyidin mengemukakan dua alasan mengapa BRICS penting bagi Indonesia. Pertama, BRICS strategis untuk membuka peluang kerja sama ekonomi dengan “rising power.” Kedua, sebagai simbol perlawanan terhadap dominasi Barat. Ini sejalan dengan peran Indonesia sebagai “pemimpin negara-negara selatan.” Ia mendorong Indonesia untuk mengikuti jejak India yang kuat di BRICS, tetapi tetap menjaga hubungan baik dengan negara-negara Barat.

Anggota BRICS Kian Bertambah

Aliansi BRICS yang awalnya beranggotakan Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan kini telah memperluas keanggotaan dengan merangkul Iran, Mesir, Ethiopia, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi.

Turki, Azerbaijan, dan Malaysia juga telah secara resmi mengajukan permohonan untuk menjadi anggota, diikuti oleh sejumlah negara lain yang menyatakan minat untuk bergabung.

KTT BRICS untuk negara-negara berkembang mengusung tema “BRICS dan Global South: Membangun Dunia yang Lebih Baik Bersama.” Presidensi Rusia telah mengundang negara-negara anggota BRICS, negara-negara non-anggota BRICS, serta organisasi internasional seperti Commonwealth of Independent States (CIS), Shanghai Cooperation Organization (SCO), dan Eurasian Economic Commission (EEC).

Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah