“Senandung Senyap”, Pentas Kelompok Teater Musikal Tuli Pertama Indonesia

Anggota rombongan teater Fantasi Tuli menampilkan pertunjukan bertajuk “Senandung Senyap” pada pertunjukan musikal pertama di Indonesia yang sebagian besar menampilkan seniman tuli, di Jakarta, 26 Oktober 2024. (Heru Asprihanto/REUTERS)

J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Di sebuah teater di Jakarta, musik mengalun saat sekelompok seniman muda menari dalam sebuah musikal yang penuh warna. Namun, pementasan kali ini berbeda, karena tidak ada yang bernyanyi di antara mereka.

Kelompok teater Fantasi Tuli mempersembahkan musikal pertama di Indonesia yang sebagian besar diperankan oleh seniman dan kru tuli pada Sabtu (26/10). Berjudul “Senandung Senyap,” musikal ini menggambarkan tantangan yang dihadapi siswa penyandang disabilitas di sekolah menengah. Dialog dan lirik lagu ditampilkan di layar samping panggung, sementara para aktor mengekspresikan diri mereka melalui isyarat tangan dan ekspresi wajah.

Dikembangkan oleh sutradara Hasna Mufidah dan Helga Theresia, pementasan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan menghilangkan stigma terhadap bahasa isyarat. Aktor pendukung yang bukan tuli, seperti Jati Andito, juga terlibat dalam produksi ini. Dia mengungkapkan betapa menyentuhnya melihat proses latihan para aktor tuli, yang menari dan “bernyanyi” dengan isyarat, mengikuti irama dari getaran subwoofer.

Dengan lebih dari 60 aktor dan kru tuli terlibat, musikal ini membutuhkan waktu tiga bulan untuk dipersiapkan dan terinspirasi oleh Deaf West Theatre di Amerika Serikat. Pementasan ini mengeksplorasi pendidikan anak berkebutuhan khusus di Indonesia, di mana siswa tuli sering kali lebih difokuskan pada pelatihan bicara daripada penggunaan bahasa isyarat.

Melalui penerjemah bahasa isyarat, Mufidah, yang merupakan bagian dari produksi, menekankan pentingnya inklusivitas. “Antara yang bisa mendengar dan orang tuli, mendengar bukanlah hal yang lebih unggul; kita setara,” ujarnya.

Hanna Aretha Oktavia, salah satu aktor tuli, juga merasakan pengalaman baru dalam mempelajari bahasa isyarat dan berinteraksi dengan komunitas tuna rungu. Dia menjelaskan bagaimana latihan menuntut mereka untuk menggunakan ekspresi dan merasakan tempo serta getaran, yang membuat proses belajar menjadi menarik.

Muhammad Arsya Alamsyah, aktor tuli lainnya, menekankan pentingnya inklusivitas dalam industri hiburan. Dia menyatakan bahwa keberadaan teater musikal ini menunjukkan kondisi di Indonesia dan tantangan inklusi di dunia pendidikan serta profesional.

Penonton Abdillah Nafan turut bersuara, mencatat masih adanya kekurangan dalam akomodasi untuk teman-teman tuli di kalangan masyarakat. Dia berharap pementasan ini dapat menjadi pemicu perubahan dalam cara pandang terhadap orang dengan disabilitas.

Dengan lebih dari 2 juta dari 280 juta penduduk Indonesia yang memiliki disabilitas pendengaran, termasuk hampir 28 ribu siswa di sekolah berkebutuhan khusus, pementasan ini menjadi langkah penting dalam memperjuangkan hak dan kesetaraan bagi komunitas tuli di Indonesia.

Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah