Mesin Penerjemah Bertenaga AI untuk Selamatkan Bahasa Daerah yang Terancam Punah

BASAbali Wiki didirikan pada tahun 2011 untuk melestarikan bahasa, budaya dan sastra Bali (dok. BASAbali Wiki).

J5NEWSROOM.COM, Aplikasi kecerdasan buatan seperti inilah yang sedang dikembangkan oleh Badan Bahasa, yang dipimpin oleh Endang Aminudin Aziz, yang dinobatkan sebagai salah satu dari 100 tokoh AI paling berpengaruh oleh majalah Time.

Febrian Adinata dan istrinya tidak pernah merencanakan bahasa apa yang akan mereka gunakan untuk membesarkan kedua putra mereka. Di rumah, setidaknya empat bahasa sering terdengar sehari-hari.

“Kami memang menggunakan bahasa Indonesia di rumah, tetapi kadang ingin juga memperkenalkan bahasa Melayu, Minang, Banjar, dan Jawa kepada anak-anak agar mereka bisa mengerti,” ungkap Febrian melalui sambungan telepon (10/11).

Bagi Febrian, penting agar kedua putranya memahami setiap bahasa yang digunakan di rumah, serta mengenal identitas diri mereka.

Febrian berasal dari Tembilahan, Indragiri Hilir, Riau, dengan bahasa Banjar sebagai bahasa sehari-hari, sementara istrinya dari Pekanbaru yang menggunakan bahasa Melayu. Selama enam bulan terakhir, mereka menetap di Yogyakarta, di mana anak-anak mereka, yang berusia enam dan empat tahun, mulai mengenal bahasa Jawa.

“Harapan kami, jika suatu saat anak-anak kembali ke kampung halaman dan bertemu keluarga, mereka paham apa yang sedang dibicarakan,” tambahnya.

Memanfaatkan Kecerdasan Buatan

Apa yang dilakukan Febrian tergolong dalam upaya pelestarian bahasa daerah di lingkup kecil, yaitu keluarga.

Di tingkat nasional, upaya pelestarian ini tengah dijalankan oleh Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Endang Aminudin Aziz.

Ia bersama timnya sedang mengembangkan aplikasi kecerdasan buatan (AI) semacam ChatGPT atau Gemini, yang berfungsi sebagai mesin penerjemah bahasa daerah di Indonesia.

“Saya orang Sunda—saya bicara dengan AI, misalnya namanya BABA (Badan Bahasa), dan saya bilang, ‘BABA, cing naon hartina…’ atau ‘Cing naon bahasa Balinya ‘naha ari maneh teu baleg?’’” jelas Aminudin dalam sambungan telepon (7/11). AI ini akan langsung menerjemahkan ke dalam bahasa Bali.

Saat ini, pembuatan chatbot tersebut masih dalam tahap awal. Mereka sedang membangun korpus digital bahasa daerah yang dikumpulkan dari berbagai sumber seperti buku, majalah, rekaman percakapan, hingga media sosial. Korpus ini akan menjadi bagian dari big data untuk sistem AI yang mereka rancang sebagai model bahasa besar (LLM) untuk penerjemah.

“Saat ini kami mendokumentasikan antara 14 hingga 15 bahasa daerah sebagai langkah awal,” ujarnya.

Selain mesin penerjemah, Aminudin juga berencana menggunakan AI untuk memetakan persebaran bahasa daerah dan mengkaji daya hidupnya. Teknologi ini diharapkan dapat mempercepat pengumpulan data linguistik yang selama ini dilakukan secara manual.

Aminudin dan timnya mengembangkan aplikasi VIBA (Vitalitas Bahasa) yang menggunakan teknologi pengenalan suara (speech recognition). Melalui aplikasi ini, penutur bahasa daerah dapat memberikan input suara dalam bahasa daerah mereka. Data tersebut kemudian akan digunakan untuk analisis linguistik, termasuk usia dan lokasi penutur. Aminudin berharap aplikasi ini dapat diunduh publik pada tahun depan.

Menghapus Stigma ‘Kampungan’

Pelestarian bahasa daerah juga didukung oleh BASAibu Wiki, organisasi nirlaba yang mendorong keterlibatan anak muda menggunakan bahasa daerah dalam diskursus publik.

Bermula dari inisiatif pelestarian bahasa Bali secara digital, BASAbali Wiki berdiri pada tahun 2011. Sekarang, inisiatif ini berkembang ke wilayah lain seperti Bugis, Makassar, dan Banjar melalui BASAsulsel, BASAkalimantan, dan BASAntb Wiki.

Ni Nyoman Clara Listya Dewi, direktur pelaksana BASAbali Wiki, mengatakan bahwa lomba menulis opini dalam bahasa daerah menarik minat generasi muda untuk melestarikan bahasa mereka, meskipun stigma terhadap bahasa daerah masih ada.

Kepala Badan Bahasa Endang Aminudin Aziz juga mengakui bahwa sikap bahasa yang negatif membuat bahasa daerah rentan punah. “Banyak yang merasa kampungan jika menggunakan bahasa daerah, sehingga bahasa ini berisiko ditinggalkan,” katanya.

Pada tahun 2021, Badan Bahasa meluncurkan inisiatif agar pelajaran bahasa daerah di sekolah lebih santai, seperti kegiatan bermain. Mereka bebas memilih materi, dari mendongeng hingga stand-up comedy, untuk membuat bahasa daerah lebih menyenangkan.

Selain sikap bahasa, migrasi, kawin silang, dan bencana juga menjadi tantangan dalam melestarikan bahasa daerah.

Bahasawan dan Tokoh AI Berpengaruh

Bagi Clara, melestarikan bahasa daerah adalah menjaga identitas. “Bagaimana kita bisa menghadapi masa depan jika tidak mengenal identitas kita sendiri?” katanya.

Clara mengapresiasi upaya Badan Bahasa dalam melestarikan bahasa daerah dengan teknologi AI. Walau tidak terlibat langsung, pencapaian Aminudin memperkuat legitimasi gerakan akar rumput seperti BASAibu Wiki.

Pada September lalu, majalah TIME menobatkan Aminudin sebagai salah satu dari 100 tokoh paling berpengaruh dalam bidang AI, menghargai perannya dalam melindungi lebih dari 700 bahasa di Indonesia.

Aminudin sendiri merasa ini bukan pencapaian pribadi, melainkan hasil kerja tim yang terdiri dari berbagai ahli.

Menurut survei Badan Bahasa pada 2021, hanya 18 bahasa daerah yang berstatus aman, sementara banyak bahasa lain yang rentan punah, termasuk lima bahasa yang telah punah, yaitu bahasa Hoti, Kaiely, Piru, Mawes, dan Tandia.

Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah