Ditetapkan Sebagai Tersangka Kasus Impor Gula, Tom Lembong Anggap Kejagung ‘Abuse of Power’

Pengacara Mantan Mendag 2015-2016 Tom Lembong, Ari Yusuf Amir (kiri) sedang membacakan ringkasan permohonan pra peradilan Tom Lembong dalam dugaan kasus korupsi impor gula di hadapan majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/11). (Ghita/VOA)

J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Pengacara Tom Lembong Ari Yusuf Amir menyampaikan hal tersebut di hadapan Ketua Majelis Hakim dalam sidang perdana pra peradilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/11).

“Bahwa alasan utama diajukannya permohonan pra peradilan ini didasarkan pada adanya tindakan sewenang-wenang (abuse of power) dan pelanggaran hukum acara pidana yang dilakukan termohon (Kejaksaan Agung) dalam proses penetapan tersangka dan penahanan Thomas Trikasih (Lembong),” ungkap Ari.

Ari mengungkapkan lima kesalahan yang dilakukan Kejagung dalam menetapkan Tom sebagai tersangka. Pertama, kliennya tidak diberi kesempatan menunjuk penasihat hukum saat ditetapkan sebagai tersangka dan diperiksa untuk pertama kalinya.

Kedua, penetapan tersangka tidak didasarkan pada minimal dua alat bukti sesuai pasal 184 KUHAP. Ketiga, alasan yuridis menyebut penetapan tersangka dilakukan secara sewenang-wenang atau tidak sesuai dengan hukum acara yang berlaku. Keempat, Tom sudah tidak menjabat sebagai Menteri Perdagangan sejak 27 Juli 2016, sehingga menteri perdagangan lain juga perlu diperiksa dalam perkara ini.

Kelima, “Penahanan PEMOHON (Tom Lembong) tidak sah, karena tidak didasarkan pada alasan yang sah menurut hukum, dengan kata lain penahanan PEMOHON oleh TERMOHON (Kejaksaan Agung) tidak memenuhi syarat objektif dan subjektif penahanan,” jelas Ari.

Dodi Abdul Kadir, anggota tim kuasa hukum Tom Lembong lainnya, menyoroti bukti permulaan yang tidak mencukupi.

“Mengenai dua alat bukti adalah norma yang diatur dalam KUHAP untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka. Ketentuan tersebut adalah kewajiban yang harus dipenuhi,” kata Dodi.

Menurut Dodi, hingga saat ini tim kuasa hukum belum melihat adanya bukti kerugian negara, yang merupakan elemen penting dalam tindak pidana korupsi sebagaimana diatur oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Kerugian negara pasca putusan MK harus bersifat aktual, terukur, dan dihitung sesuai ketentuan oleh BPK. Sampai saat ini, kami belum melihat bukti kerugian negara,” tambahnya.

Sidang praperadilan ini direncanakan berlangsung selama tujuh hari. Kedua pihak, tim kuasa hukum Tom Lembong dan Kejagung, akan menghadirkan bukti berupa keterangan ahli dan saksi.

Ari menyatakan pihaknya akan menghadirkan ahli perdagangan gula, hukum administrasi, serta keuangan negara, dan meminta izin menghadirkan Tom Lembong di persidangan.

“Kami minta Pak Tom Lembong hadir di persidangan. Hari ini kami kirim surat ke Kejagung untuk izin kehadiran beliau, karena beliau yang langsung tahu prosesnya,” jelas Ari.

Ari juga menyebut Tom terpukul saat ditetapkan sebagai tersangka

“Tom diperiksa sebagai saksi hingga sore, lalu ditahan pada malam harinya tanpa kesempatan menghubungi keluarga atau penasihat hukum. Ini melanggar KUHAP,” tegas Ari.

Kasus dugaan korupsi impor gula 2015-2016 juga menyeret Charles Sitorus, mantan Direktur PT PPI. Kejagung menyebut kasus ini merugikan negara hingga Rp400 miliar. Tom ditetapkan tersangka karena memberikan izin impor gula kristal mentah (GKM) saat Indonesia surplus gula.

Khudori, pengamat dari AEPI, meminta Kejagung menyelidiki semua kasus impor pangan. Menurutnya, banyak kesalahan kebijakan impor selama 2015-2017 pada lima komoditas, termasuk beras dan daging sapi.

“Kesalahan impor terjadi tidak hanya pada masa Tom menjabat. Untuk menghindari tuduhan tebang pilih, Kejagung harus memeriksa semua kasus impor,” ujar Khudori.

Kejagung membantah tudingan abuse of power

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menegaskan bahwa penetapan tersangka sudah sesuai hukum acara pidana. “Penyidik akan menjelaskan proses ini dalam sidang praperadilan,” tegasnya.

Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah