J5NEWSROOM.COM, Poso – Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, menyatakan bahwa Indonesia saat ini menempati peringkat ke-5 di dunia dengan jumlah penderita diabetes melitus (DM) tertinggi, yakni 19,5 juta orang menurut Federasi Diabetes Internasional (IDF) 2021. Angka ini diprediksi meningkat menjadi 28,6 juta pada 2045 jika tidak segera ditangani. Pada 2023, prevalensi DM mencapai 11,7 persen dan terus menunjukkan tren kenaikan.
Siti Nadia menyampaikan kekhawatirannya terhadap kondisi ini, yang berpotensi menghambat pencapaian target Indonesia Emas 2045.
“Jika tren ini terus berlanjut, bonus demografi yang diharapkan membawa manfaat besar bagi masyarakat Indonesia hanya akan menjadi impian,” ujar Siti Nadia dalam peringatan Hari Diabetes Sedunia secara daring, Selasa (19/11).
DM adalah penyakit kronis yang terjadi akibat ketidakmampuan tubuh memproduksi insulin secara cukup atau merespons insulin dengan baik, yang dapat memicu komplikasi fatal seperti penyakit jantung, gagal ginjal, dan amputasi.
Prevalensi yang Mengkhawatirkan dan Kesadaran Rendah
Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan prevalensi DM di Indonesia meningkat dari 5,7 persen pada 2007 menjadi 11,7 persen pada 2023. Sayangnya, hanya satu dari empat hingga lima penderita yang menyadari bahwa mereka mengidap DM, dan hanya sebagian kecil yang mendapatkan penanganan medis di fasilitas kesehatan.
Sebagai langkah antisipasi, Kementerian Kesehatan akan meluncurkan program skrining kesehatan ulang tahun pada 2025, termasuk pemeriksaan DM pada anak-anak di sekolah dasar.
“Kita ingin mendeteksi DM tipe 1 dan tipe 2 lebih awal, terutama pada anak-anak agar tidak ditemukan dalam kondisi darurat,” ujar Siti Nadia.
Diabetes Melitus pada Anak
Profesor Aman Pulungan, Direktur Eksekutif International Pediatric Association, mengungkapkan bahwa terdapat sekitar 12 juta anak penderita DM tipe 1 di dunia. Di Indonesia, data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2017-2019 mencatat 1.249 kasus, meskipun angka sebenarnya kemungkinan lebih tinggi akibat rendahnya kesadaran dan kurangnya diagnosis yang tepat.
“Mayoritas kasus terdeteksi pada usia 5-14 tahun. Oleh karena itu, skrining sebaiknya dilakukan sejak anak mulai bersekolah,” kata Aman.
Gaya Hidup dan Pencegahan Diabetes
Tri Juli Edy Tarigan dari Perkumpulan Endokrinologi Indonesia menyarankan pola hidup sehat sebagai kunci pengelolaan DM, termasuk pola makan yang baik, aktivitas fisik (6.000-10.000 langkah per hari), tidur yang cukup, dan pengelolaan stres.
“Penderita DM harus tetap aktif, bekerja, dan berinteraksi sosial. Diabetes tidak boleh menjadi penghalang untuk menjalani hidup yang produktif,” jelas Tri.
Ia juga mengimbau pemerintah untuk menyediakan fasilitas umum yang mendukung gaya hidup sehat, seperti area pejalan kaki, untuk mencegah obesitas dan diabetes tipe 2 secara kolektif.
“Negara-negara maju telah membuktikan bahwa rekayasa sosial yang baik dapat mendorong masyarakat untuk menjalani hidup lebih sehat,” tambahnya.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah