J5NEWSROOM.COM, Serangan udara Israel pada Minggu (24/11) menghantam wilayah Lebanon selatan, dalam kampanye melawan kelompok Hizbullah yang didukung Iran.
Israel melaporkan bahwa lebih dari 185 roket diluncurkan oleh Hizbullah ke berbagai lokasi di Israel, menghancurkan sebuah bangunan tempat tinggal. Kelompok militan ini mengklaim serangan tersebut dilakukan sebagai bentuk solidaritas dengan Hamas, menyusul aksi teror Hamas pada 7 Oktober tahun lalu.
Hizbullah dan Hamas, yang digolongkan sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat, merupakan bagian dari “Poros Perlawanan” Iran melawan Israel. Serangan Israel ke Lebanon dilaporkan telah menewaskan lebih dari 40 tentara Lebanon, meskipun militer Israel menyatakan penyesalan atas kerusakan yang tidak diinginkan.
Ketegangan ini mendorong desakan untuk gencatan senjata. Uni Eropa berkomitmen memberikan dukungan lebih dari $200 juta untuk angkatan bersenjata Lebanon serta mendukung upaya mengakhiri perang. Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell, menyatakan bahwa tekanan harus terus diberikan kepada Israel dan Hizbullah untuk menerima usulan gencatan senjata yang dimediasi oleh AS, meski kesepakatan akhir masih menunggu persetujuan pemerintah Israel.
Di tengah konflik, Perdana Menteri sementara Lebanon menuduh Israel mengirim “pesan berdarah” yang menolak usaha gencatan senjata, sementara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menanggapi isu terpisah mengenai pembunuhan seorang rabi Israel di Uni Emirat Arab. Netanyahu menyebut insiden tersebut sebagai “serangan teroris antisemitisme yang jahat” dan menyatakan kerja sama Israel dengan UEA dalam penyelidikan akan memperkuat hubungan bilateral mereka.
Sejak perang antara Israel dan Lebanon pecah pada September, lebih dari 90 tentara Israel dan hampir 50 warga sipil dilaporkan tewas. Sementara itu, pejabat Lebanon menyebutkan lebih dari 3.500 orang di negaranya telah tewas, dan sekitar 1,2 juta orang—seperempat populasi Lebanon—terpaksa mengungsi.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah