J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Demokrasi di Indonesia terancam mati. Pasalnya, ditengarai ada dugaan campur tangan kekuasaan terhadap kedaulatan rakyat dalam menentukan hak pilihnya pada Pilkada Serentak 2024.
Demikian disampaikan Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri, dalam pidato “Sikap Politik Terhadap Anomali Pilkada 2024” melalui video yang diterima wartawan, Rabu malam, 27 November 2024.
“Dalam pemilu itu rakyat sungguh berdaulat, lalu mengapa kedaulatan rakyat itu kini dimanipulasi hanya karena kekuasaan?” kata Megawati.
Presiden kelima RI itu pun merasa khawatir penyalahgunaan kekuasaan terus berlanjut. Jika itu berlanjut, maka hal itu bisa merusak tatanan demokrasi yang selama ini telah terbangun.
“Demokrasi kini terancam mati akibat kekuatan yang menghalalkan segala cara. Kekuatan ini mampu menggunakan sumber daya dan alat-alat negara,” tegas Megawati.
Megawati kemudian mengungkap dugaan penyalahgunaan kekuasaan di beberapa wilayah seperti Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, dan berbagai provinsi lainnya.
“Di Jawa Tengah misalnya, saya mendapatkan laporan betapa masifnya penggunaan penjabat kepala daerah, hingga mutasi aparatur kepolisian demi tujuan politik elektoral,” papar Megawati.
Hal itu jelas tidak boleh dibiarkan, mengingat Mahkamah Konstitusi telah mengambil keputusan penting bahwa aparatur negara yang tidak netral, bisa dipidanakan.
“Saya mengenal Jawa Tengah dengan baik. Saya terpilih sebagai anggota DPR RI tiga kali. Jawa Tengah bukan hanya ‘kandang banteng’, namun menjadi tempat persemaian gagasan nasionalisme dan patriotisme. Saya melihat energi pergerakan rakyat, simpatisan, dan kader yang militan dan seharusnya tidak akan terkalahkan jika pilkada dilakukan secara fair, jujur, dan berkeadilan,” tuturnya.
Namun dalam situasi ketika segala sesuatu bisa dimobilisasi oleh kekuasaan, lanjut Megawati, maka yang terjadi adalah pembungkaman. “Apa yang terjadi saat ini sudah di luar batas-batas kepatutan etika, moral, dan hati nurani,” sesalnya.
Atas dasar itulah, Megawati mengimbau kepada seluruh simpatisan, anggota, dan kader PDIP, serta seluruh rakyat Indonesia, agar tidak takut terhadap berbagai intimidasi untuk menyuarakan kebenaran. “Jangan pernah takut untuk menyuarakan kebenaran,” tegas Megawati.
Megawati memastikan PDIP tidak akan pernah lelah berjuang bagi keadilan dan melawan berbagai bentuk intimidasi kekuasaan.
“Ingat, bahwa pilkada seharusnya mencerminkan peningkatan peradaban, etika, moral, hari nurani, harus jelas tergambarkan. Terus jaga semangat perjuangan. Kita tidak pernah menyerah. Kita terus melakukan perlawanan secara terukur dalam koridor hukum, meskipun kita tahu, sekarang ini hukum semakin dibuat jauh dari keadilan,” pungkasnya.*
Sementara itu, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) terus memonitoring hasil hitung cepat atau quick count Pilkada serentak 2024. Hasilnya, terdapat anomali atau keanehan di sejumlah wilayah pada pelaksanaan demokrasi lima tahunan ini.
Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Hasto Kristiyanto mengungkapkan, anomali terjadi di sejumlah daerah-daerah besar di Indonesia. Salah satunya di Banten.
“Di Banten sangat mengejutkan. Pengamatan kami selama dua tiga hari terakhir memang terjadi berbagai pengadangan, berbagai pengepungan, termasuk yang membuat pasangan calon, Ibu Airin dan Kang Ade, tidak leluasa bergerak,” kata Hasto kepada wartawan di kediaman Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, Kebagusan IV, Jakarta Selatan, Rabu, 27 November 2024.
Hasto menyebut hasil di Pilkada Banten sangat berbeda dengan hasil survei sebelumnya, juga dari hasil exit poll dengan apa yang terjadi di quick count. “Ini menunjukkan berbagai keanehan,” ungkap Hasto.
Berkenaan dengan itu, Hasto pun meminta seluruh simpatisan di Banten untuk mengawal suara dengan sebaik-baiknya.
Selain itu, lanjut Hasto, di Pilgub Jakarta juga pihaknya melihat dari hasil exit poll dan quick count yang dilakukan di internal partai menunjukkan pasangan Pramono Anung-Rano Karno unggul dan menang satu putaran.
“Untuk itu seluruh sukarelawan, simpatisan anggota dan kader partai agar waspada, karena ada pihak-pihak tertentu yang mencoba memaksakan di Jakarta agar dua putaran,” tutur Hasto.
Di sisi lain, pasangan calon yang didukung PDIP di Bali, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Barat menunjukkan kemenangan. Sedangkan NTT menang tipis.
Oleh karena itu, Hasto berhipotesis bahwa di beberapa wilayah yang di luar “operasi” justru kekuatan rakyatlah yang menang.
“Seperti Kalteng, Riau itu juga berhasil dimenangkan (PDIP). Di Papua Selatan, di beberapa wilayah Jogja hampir semua dimenangkan oleh PDI Perjuangan. Ini menunjukkan bahwa di wilayah-wilayah yang bukan target operasi itu praktis kami bisa menghadapi berbagai tekanan meskipun sumber daya logistik itu sangat terbatas,” papar Hasto.
Hasto juga mengungkapkan bahwa berbagai pihak yang mencoba membantu PDIP justru coba dihambat oleh berbagai telepon-telepon dan intimidasi dari Parcok atau Partai Cokelat. Parcok ini mengarah pada oknum polisi (seragam cokelat, red).
“Jadi, kami terus mengawal pilkada ini dan di Sumatera Utara hasilnya juga sangat mengejutkan. Karena hari ini di Medan banjirnya luar biasa sebagai cermin kegagalan Walikota Medan, saudara Bobby Nasution. Tetapi kemudian hasilnya sangat berbeda dengan apa yang kami tangkap sebagai gerakan untuk memilih pemimpin yang bebas dari masalah korupsi, bebas dari berbagai persoalan moral. Nah ini juga kami dalami apa yang terjadi di Sumatera Utara,” ucap Hasto.
Di Sulawesi Tengah, imbuh Hasto, PDIP juga berhasil memenangkan Pilkada dengan baik dan terus melakukan pemantauan.
Atas dasar itu, Hasto meminta agar seluruh aparatur negara betul-betul netral, karena MK telah mengambil suatu keputusan bahwa aparatur negara tidak netral bisa dikenakan tindak pidana.
“Sejarah akan mencatat bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan sehingga ketika mencoba dilakukan berbagai pengadangan seperti di Banten akan terjadi suatu pergerakan rakyat inilah yang seharusnya tidak boleh terjadi,” pungkasnya.
Sumber: RMOL
Editor: Agung