Khawatir Kemenangan Trump Picu Ketidakpastian, BI Fokus Jaga Stabilitas Rupiah

Seorang pria memegang uang Rupiah barunya, yang akan diberikan kepada anggota keluarga saat hari raya Idulfitri yang menandai berakhirnya bulan suci Ramadan, di Jakarta pada 28 Maret 2024. (Foto: AFP)

J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo pada Jumat (29/11) menyatakan bahwa kebijakan moneter jangka pendek akan difokuskan untuk menjaga kestabilan rupiah setelah terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat. Meski demikian, BI tetap memantau peluang untuk penurunan suku bunga pada tahun 2025.

Perry menyoroti bahwa ketidakpastian ekonomi global masih cukup tinggi pasca kemenangan Trump, yang diprediksi akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi dunia serta kebijakan Federal Reserve (The Fed) sebagai bank sentral Amerika.

Pada September lalu, BI telah memangkas suku bunga, tetapi setelahnya mempertahankan suku bunga acuan di level 6 persen, meski The Fed sempat melonggarkan kebijakan moneternya.

“Kemenangan Trump dengan kebijakan ‘America first’-nya dapat membawa dampak signifikan pada geopolitik dan ekonomi global, termasuk tarif tinggi hingga potensi perang dagang,” ujar Perry.

“Ekonomi global diperkirakan melambat pada 2025 dan 2026. Amerika akan menguat, sementara China dan Eropa akan melemah, tetapi India dan Indonesia diperkirakan tetap cukup baik.” BI memilih mempertahankan suku bunga saat ini demi menjaga stabilitas rupiah di tengah kondisi ekonomi global yang penuh gejolak, tambah Perry.

“Kami tetap memantau ruang untuk melakukan penurunan suku bunga BI di masa depan,” katanya.

Sejauh ini, BI belum melonggarkan kebijakan lebih lanjut karena tingginya volatilitas rupiah.

Rupiah, yang sangat terpengaruh oleh perubahan minat pasar, terus mendapat tekanan akibat arus modal keluar sebagai respons pasar terhadap terpilihnya kembali Trump.

Untuk mendukung pertumbuhan, BI berencana menggunakan instrumen lain dan meningkatkan koordinasi dengan pemerintah guna meredam dampak gejolak eksternal, jelas Perry.

BI memperkirakan perekonomian akan tumbuh 4,8-5,6 persen pada 2025 dan 4,9-5,7 persen pada 2026, dengan target inflasi tetap dalam kisaran 1,5 hingga 3,5 persen hingga 2026.

Defisit transaksi berjalan diperkirakan sebesar 0,5 hingga 1,3 persen dari PDB pada tahun depan, yang mungkin melebar menjadi 0,6 hingga 1,4 persen dari PDB pada 2026.

Pertumbuhan kredit diprediksi mencapai 11 hingga 13 persen per tahun dalam dua tahun ke depan, meningkat dari proyeksi 10-12 persen untuk tahun ini.

Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah