Separuh dari Anggota Geng Bersenjata di Haiti adalah Anak-anak

Sejumlah warga pergi meninggalkan tempat tinggal mereka dengan membawa barang bawaan masing-masing menyusul serangan geng bersenjata ke salah satu wilayah di Port-au-Prince, Haiti, pada 19 November 2024. (Foto: Reuters/Ralph Tedy Erol)

J5NEWSROOM.COM, Kepala badan urusan anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) menyatakan pada hari Senin (2/12) bahwa sekitar separuh dari seluruh anggota geng bersenjata di Haiti adalah anak-anak. Ia mendesak perlindungan yang lebih baik bagi mereka.

Direktur Eksekutif UNICEF, Catherine Russell, dalam sebuah pertemuan PBB tentang situasi anak-anak di Haiti, mengatakan, “Kami memperkirakan bahwa hingga 50% anggota kelompok bersenjata adalah anak-anak, sementara jumlah total anak-anak yang direkrut oleh geng-geng bersenjata telah melonjak hingga 70% selama setahun terakhir.” Ia menjelaskan bahwa anak-anak digunakan sebagai informan, juru masak, budak seks, dan dipaksa melakukan kekerasan.

Russell juga menyatakan bahwa geng-geng tersebut secara teratur membunuh dan melukai anak-anak, serta mencatatkan lonjakan kekerasan seksual terhadap anak-anak yang dilaporkan meningkat 1.000% tahun ini.

Haiti telah dilanda ketidakstabilan sejak pembunuhan Presiden Jovenel Moise pada 2021, dengan geng-geng bersenjata menguasai hingga 85% wilayah ibu kota Port-au-Prince dan memperluas kekuasaannya ke daerah-daerah lain. Kekerasan ini telah memicu krisis kemanusiaan parah, mengakibatkan lebih dari 700.000 orang mengungsi, sekitar setengahnya adalah anak-anak. Sekitar 5,4 juta orang di Haiti kini menghadapi kelaparan akut, dengan program Pangan Dunia (WFP) menyebutkan bahwa kondisi tersebut sangat buruk di tempat penampungan pengungsi di Port-au-Prince. Anak-anak sangat rentan, dengan sekitar 125.000 di antaranya diperkirakan mengalami kekurangan gizi akut.

Pada Juni, misi dukungan keamanan multinasional (MSS) dimulai dengan pengerahan sekitar 400 polisi dari Kenya, yang juga memimpin misi tersebut, sementara Jamaika dan Belize turut mengirim polisi untuk membantu Kepolisian Nasional Haiti. Namun, misi ini menghadapi penundaan, kekurangan dana, dan peralatan, dan meskipun MSS hadir, kekerasan baru-baru ini justru meningkat.

Perubahan dalam misi ini akan memakan waktu berbulan-bulan dan memerlukan otorisasi dari 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB. Amerika Serikat dan Ekuador sedang merancang resolusi Dewan Keamanan yang akan meminta Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, untuk mempertimbangkan persiapan operasi penjagaan perdamaian.

Duta Besar AS, Linda Thomas-Greenfield, mengatakan bahwa negosiasi terus berlangsung, meskipun beberapa anggota dewan tidak setuju dengan rencana tersebut. “Tetapi inilah yang diminta oleh rakyat Haiti,” tambahnya.

Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah