Pemerintah Didesak Serius Cegah dan Tangani Kekerasan Seksual di Kampus

Tampak dari depan, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Hasanuddin. (Araaa28/wikimedia)

J5NEWSROOM.COM, Pemberhentian seorang dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin (Unhas) pada 29 November lalu, karena dugaan pelecehan terhadap mahasiswinya, menjadi sorotan terbaru dalam kasus kekerasan seksual di kampus.

Setelah menerima laporan, Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Unhas, Farida Patittingi, segera memulai investigasi. Proses meliputi pengumpulan bukti, pemeriksaan pihak terkait, dan pemberian ruang aman bagi korban.

Pembentukan Satgas PPKS di Kampus

Ketua Tim PPKS Kemendikbudristek, Shara Zakia Nissa, memuji langkah Unhas sebagai cerminan keseriusan pemerintah menangani kekerasan seksual di perguruan tinggi. Pembentukan Satgas PPKS sesuai Peraturan Menteri No.30 Tahun 2021 merupakan langkah untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual. Ia menyebut bahwa keberadaan satgas telah menyebabkan peningkatan laporan kasus, menunjukkan fenomena “gunung es” mulai terungkap.

Pada 2024, kebijakan ini diperkuat dengan Permendikbudristek No.55 Tahun 2024, yang mencakup enam bentuk kekerasan: kekerasan fisik, psikis, perundungan, kekerasan seksual, diskriminasi, intoleransi, serta kebijakan yang mengandung kekerasan.

Tantangan dan Ruang Aman

Meski regulasi ini diterapkan, banyak kampus masih enggan mengungkap kasus kekerasan seksual karena sistem patriarki dan ketakutan mencoreng reputasi. Selain itu, jika pelaku memiliki posisi atau pengaruh besar, tekanan terhadap korban semakin berat.

Komisioner Komnas Perempuan, Veryanto Sitohang, menyoroti bahwa banyak korban memilih diam atau baru berbicara setelah mendapatkan dukungan dan waktu untuk pulih. Ia mendorong pentingnya ruang aman bagi korban kekerasan seksual. Meski sulit, adanya Permendikbudristek memberikan jaminan bagi kampus untuk menangani kasus ini.

Data dan Implementasi

Hingga April 2024, terdapat 2.681 laporan kasus kekerasan seksual di kampus, menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Namun, angka ini belum mencakup laporan terbaru hingga akhir tahun.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Atmajaya, Feronica, menegaskan bahwa ruang aman bukan hanya tempat fisik, tetapi juga lingkungan di mana kesadaran kolektif mencegah dan menangani kekerasan seksual. Ia menambahkan bahwa keberadaan Satgas PPKS memberikan kejelasan dan perlindungan kepada korban, termasuk hak untuk melaporkan tanpa intimidasi.

Kebijakan ini diharapkan terus memperkuat upaya menciptakan lingkungan kampus yang aman dan bebas dari kekerasan seksual.

Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah