J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Sejak junta militer Myanmar melakukan kudeta pada 1 Februari 2021, hingga kini belum ada kemajuan berarti dalam proses penyelesaian konflik di negara tersebut. Laos, yang menjadi ketua ASEAN tahun ini, bersama Thailand akan menyelenggarakan rangkaian kegiatan tingkat menteri luar negeri untuk membahas isu Myanmar. Pertemuan ini dijadwalkan berlangsung pada 20 Desember di Thailand.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Rolliansyah Soemirat, menegaskan bahwa Indonesia akan menghadiri pertemuan tersebut. Dalam konsultasi informal yang melibatkan Troika ASEAN, yaitu Laos (ketua ASEAN tahun ini), Malaysia (ketua tahun depan), dan Indonesia (ketua tahun lalu), diskusi akan berfokus pada usulan penyelesaian konflik Myanmar. Selain itu, akan ada konsultasi informal lanjutan yang melibatkan negara-negara ASEAN non-Troika untuk membahas lebih lanjut situasi di Myanmar. Menurut Roy, sapaan Rolliansyah Soemirat, pertemuan ini penting untuk terus menekankan penyelesaian krisis di Myanmar dengan berpegang pada konsensus lima poin sebagai satu-satunya referensi utama.
Roy menjelaskan bahwa konsensus lima poin mencakup penghentian aksi kekerasan, penyelenggaraan dialog inklusif, pengiriman bantuan kemanusiaan, pembentukan utusan khusus, serta kunjungan utusan khusus ke Myanmar. Meski demikian, upaya tersebut belum membuahkan hasil signifikan. ASEAN sendiri tidak memiliki mekanisme untuk menjatuhkan sanksi terhadap negara anggotanya, termasuk Myanmar. Namun, langkah seperti tidak melibatkan Myanmar dalam kegiatan organisasi serta melewatkan giliran keketuaan ASEAN tahun 2026 merupakan sinyal tegas bahwa konflik internal Myanmar perlu diselesaikan terlebih dahulu.
Peneliti ASEAN dari BRIN, Pandu Prayoga, menilai bahwa konflik Myanmar telah menyita banyak perhatian dan energi negara-negara ASEAN. Meski demikian, ia mengapresiasi upaya ASEAN, khususnya Indonesia, dalam mengawal kasus ini sepanjang 2023. Pandu menyebut bahwa pemilu yang direncanakan di Myanmar tahun depan bisa menjadi momentum perubahan. Ia juga berharap ASEAN mampu melibatkan semua pihak terkait di Myanmar, termasuk junta militer, oposisi, dan elemen masyarakat, dalam dialog yang memungkinkan tercapainya rekonsiliasi.
Sementara itu, laporan Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 4 September 2024 menunjukkan situasi yang memburuk di Myanmar. Sejak kudeta hingga Juni 2024, lebih dari 5.350 warga sipil tewas, dengan hampir separuhnya terjadi antara April 2023 hingga Juni 2024. Selain itu, lebih dari 18,6 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan, 15 juta di antaranya mengalami kerawanan pangan. Situasi ekonomi juga memburuk drastis dengan lebih dari separuh populasi jatuh di bawah garis kemiskinan.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah