J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi, mengungkapkan kecemasannya terhadap nasib masyarakat adat dalam lima tahun ke depan. Selama satu dekade terakhir, kondisi masyarakat adat terus memburuk, dengan banyaknya konflik agraria dan perampasan wilayah adat.
AMAN mencatat bahwa dalam 10 tahun terakhir, terjadi 687 konflik agraria yang merampas 11,07 juta hektare wilayah adat. Konflik ini menyebabkan hampir 1.000 anggota masyarakat adat dikriminalisasi, dengan 60 di antaranya menjadi korban kekerasan aparat, dan satu orang dilaporkan meninggal dunia. Pada tahun 2023 saja, 121 kasus melibatkan perampasan 2,8 juta hektare wilayah adat dari 140 komunitas, terkait konflik perkebunan, tambang, dan proyek infrastruktur.
Rukka menyebut pergantian rezim ke pemerintahan Prabowo-Gibran tidak memberi keyakinan akan adanya perbaikan. Dalam visi-misi mereka, menurut Rukka, tidak ada perhatian khusus terhadap masyarakat adat. Ia juga mengkritik kebijakan seperti program food estate yang dinilai merusak hutan dan wilayah adat serta meningkatnya militerisme untuk mendukung proyek strategis nasional.
Deputi Sekjen AMAN, Erasmus Cahyadi, menyoroti dampak kebijakan transisi energi bersih yang dianggap mengorbankan masyarakat adat. Ia menyebut bahwa perampasan wilayah adat dan kriminalisasi membayangi proses eksploitasi sumber daya untuk menghasilkan energi bersih, seperti geothermal dan hilirisasi tambang mineral. “Energi bersih sering kali hanya dilihat dari hasil akhirnya, tanpa memerhatikan dampak perampasan dan kekotoran di hulunya,” ujar Erasmus.
Erasmus juga menyoroti minimnya perhatian terhadap masyarakat adat dalam Pilkada 2023, dengan hanya 17 dari 545 daerah yang menyinggung isu masyarakat adat. Selain itu, ia mengkritik mandeknya pembahasan RUU Masyarakat Adat selama hampir 20 tahun. Dukungan untuk RUU ini semakin kecil, dengan hanya dua fraksi di DPR yang mengusulkannya ke dalam program legislasi nasional.
AMAN mendesak pemerintahan Prabowo-Gibran untuk mengambil langkah nyata, termasuk mengesahkan RUU Masyarakat Adat dalam 100 hari pertama pemerintahan, mempercepat pengakuan hak atas wilayah adat, menyelesaikan konflik agraria, dan mencabut berbagai undang-undang yang dianggap mendiskriminasi masyarakat adat. RUU ini, menurut AMAN, merupakan amanat konstitusi untuk melindungi hak masyarakat adat dan memberikan kepastian hukum atas wilayah adat mereka.
Di sisi lain, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan dukungannya terhadap masyarakat adat. Dalam siaran persnya, KLHK menyebut kunjungan ke Hutan Adat Bukit Demulih bersama delegasi Bezos Earth Fund sebagai bukti perhatian terhadap masyarakat adat. Kunjungan itu bertujuan melihat langsung kearifan lokal masyarakat adat dalam melestarikan hutan dan mendiskusikan potensi dukungan untuk pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Namun, berbagai kelompok masyarakat adat tetap mempertanyakan komitmen pemerintah dalam melindungi hak-hak mereka. Mereka mengharapkan langkah konkret untuk memperbaiki situasi yang terus memburuk.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah