Presiden Korea Selatan yang Dimakzulkan Dipanggil ke Hadapan Tim Penyelidik Gabungan pada Hari Natal 

Demonstran aksi protes menuntut dilengserkannya Yoon di luar gedung Majelis Nasional di Seoul, pada 8 Desember 2024. (Foto: AFP/Philip Fong)

J5NEWSROOM.COM, Penyelidik yang menangani kasus Presiden Korea Selatan yang ditangguhkan, Yoon Suk Yeol, pada Jumat (20/12) memerintahkan kehadirannya di hadapan lembaga pemantau korupsi pada Hari Natal, setelah ia sebelumnya menolak panggilan pekan ini.

Yoon, pemimpin berhaluan konservatif, dicopot dari jabatannya oleh parlemen Korea Selatan akhir pekan lalu menyusul pemberlakuan darurat militer singkat pada 3 Desember yang memicu krisis politik terbesar dalam beberapa dekade terakhir. Ia kini menghadapi pemakzulan serta dakwaan pemberontakan yang dapat membawa hukuman penjara seumur hidup atau bahkan hukuman mati.

Kasus ini telah mengejutkan sekutu Korea Selatan di seluruh dunia, sementara investigasi terhadap Yoon melibatkan jaksa penuntut, kepolisian, kementerian pertahanan, serta penyelidik antikorupsi.

“Markas Besar Penyelidikan Gabungan telah memberi tahu Presiden Yoon Suk Yeol tentang surat panggilan kedua,” ungkap pernyataan tim gabungan tersebut. Sidang di Kantor Penyelidikan Korupsi (CIO) dijadwalkan berlangsung pada pukul 10 pagi, 25 Desember. Jika hadir, Yoon akan menjadi presiden pertama Korea Selatan yang masih menjabat dan hadir di hadapan badan penyelidikan.

Yoon sebelumnya tidak memenuhi panggilan pada Rabu (18/12) tanpa memberikan alasan. Awal pekan ini, jaksa penuntut memerintahkannya untuk menghadiri interogasi atau terancam penangkapan, meski kemudian kasusnya diserahkan ke CIO. Ketua CIO, Oh Dong-woon, mengonfirmasi kepada parlemen bahwa pihaknya sedang mempertimbangkan opsi penerbitan surat penangkapan jika Yoon tetap tidak kooperatif.

Sementara itu, Mahkamah Konstitusi Korea Selatan mulai menggelar sidang pada Senin (16/12) untuk memutuskan apakah akan mendukung pemakzulan Yoon. Mahkamah memiliki waktu hingga enam bulan untuk mengambil keputusan. Pengadilan juga meminta dokumen terkait deklarasi darurat militer Yoon, namun upaya menyerahkan dokumen tersebut selama tiga hari berturut-turut tidak berhasil.

“Upaya untuk menyerahkan dokumen kepada responden – presiden – tidak berhasil. Hal ini berarti mereka tidak dapat menemuinya,” ujar juru bicara mahkamah seraya menyatakan bahwa pihaknya sedang meninjau opsi lain.

Kasus ini mengingatkan pada pemakzulan mantan Presiden Park Geun-hye, meski dalam kasus Park, investigasi dilakukan setelah ia resmi dicopot oleh Mahkamah Konstitusi.

Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah