J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Indonesian Ph.D Council (IPC), bekerja sama dengan Asosiasi Pengajar dan Peneliti Hak Kekayaan Intelektual se-Indonesia (APHKI) dan Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia (DePA-RI), kembali menggelar rangkaian kegiatan ilmiah bertajuk Pekan Apresiasi dan Pendalaman Pengembanan Hukum Teoritis Ke-III.
Acara yang berlangsung dari 18 hingga 22 Desember 2024 ini diadakan secara hybrid di Mataram dan Lingsar, Lombok. Kegiatan tersebut diikuti oleh ratusan anggota IPC (296 orang), APHKI (222 orang), dan ribuan anggota DePA-RI, dengan fokus pada tema “Pembadanan Keadilan Substantif bagi Semua.”
Berbagai narasumber hadir dalam acara ini, di antaranya Hayyan ul Haq, SH, LL.M., Ph.D. (Founder dan Ketua IPC), Prof. Adi Sulistyono (Guru Besar FH-UNS), Prof. Topo Santoso (Guru Besar dan Mantan Dekan FH-UI), Prof. O.K. Saidin (Guru Besar dan Kaprodi FH-USU), serta Dr. Luthfi Yazid, SH., LL.M. (Pendiri dan Ketua Umum DePA-RI). Para pembelajar doktor ilmu hukum seperti Zulfachri, Nina Triana, Wahyudin, Lalu Yudi Setiawan, dan Mabrur Haslan turut mempresentasikan gagasan mereka.
Acara ini dibuka oleh Prof. Adi Sulistyono pada hari pertama dengan menekankan pentingnya memperkuat jejaring antarpengemban ilmu hukum, baik secara teoretis maupun praktis. Pada kesempatan tersebut, Dr. Luthfi Yazid menggarisbawahi komitmen advokat dalam mendukung penegakan hukum yang berpihak pada keadilan substantif bagi semua (Justitia Omnibus).
Hayyan ul Haq, Ph.D., dalam diskusi awal, mereview buku Philosophical Foundation of Research Ethic karya Alex Johson London, mengangkat dua dimensi etika penelitian: nilai substantif seperti kejujuran dan keseimbangan, serta standar teknis yang menjunjung objektivitas dan rasionalitas.
Perlindungan Hak Fundamental dan Keadilan Substantif
Beberapa presentasi menarik perhatian publik, seperti gagasan Nina Triana mengenai perlindungan hak fundamental pekerja rentan, yang menurutnya harus diperluas melalui jaringan pengaman sosial sebagai tanggung jawab konstitusional negara. Wahyudin menyoroti pentingnya mencegah penyalahgunaan keadaan dalam pembuatan kontrak, yang ia pandang sebagai langkah menuju keadilan kontraktual.
Sementara itu, Prof. Topo Santoso mendiskusikan pentingnya menyelaraskan idealisme hukum dengan realitas. Ia mencatat, himbauan Presiden Prabowo Subianto untuk mengembalikan harta hasil korupsi mencerminkan idealitas hukum yang harus diwujudkan dalam peraturan teknis seperti Deferred Prosecution Agreement.
Kebijakan Konstitusional untuk Melindungi Kearifan Lokal
Lalu Yudi Setiawan mengangkat perlindungan karya sastra Sasak melalui hak cipta, meskipun Hayyan ul Haq mengingatkan keterbatasan sistem perlindungan modern dalam melindungi produk budaya tradisional. Hayyan menyarankan pembentukan museum inklusif sebagai media pembelajaran dan konservasi budaya.
Dr. Murdan, Direktur Pascasarjana Universitas Qamarul Huda, menekankan pentingnya keseimbangan antara hukum, kebebasan, dan kemanusiaan. Ia mengingatkan bahwa kebijakan diskriminatif yang mengancam keberagaman bertentangan dengan konstitusi.
Penutup dengan Spirit Keadilan
Pada hari terakhir, diskusi difokuskan pada penguatan perlindungan hak asasi manusia, terutama bagi penyandang disabilitas. Hayyan ul Haq menekankan pentingnya pengkonstitusionalisasian kebijakan untuk memastikan perlindungan bagi pihak yang lemah. Dalam pandangannya, pengintegrasian antara idealisme dan realitas hukum menjadi kunci dalam mewujudkan keadilan substantif bagi semua.
Kegiatan lima hari ini menjadi refleksi mendalam tentang bagaimana hukum dapat terus berkembang menuju transformasi yang lebih berkepastian dan berkeadilan. Pesan utama yang diangkat adalah perlunya menjadikan nilai keadilan substantif sebagai landasan dalam setiap pengembanan hukum di Indonesia.
Editor: Agung