J5NEWSROOM.COM, Brasilia – Prajurit-prajurit pasukan penjajahan Israel (IDF) mulai diburu di mancanegara atas tuduhan kejahatan perang yang mereka lakukan di Jalur Gaza. Ini seperti perburuan yang dilakukan terhadap pejabat militer dan tentara Nazi Jerman yang terlibat Holocaust selepas Perang Dunia II.
Dalam langkah bersejarah, pengadilan Brasil pada Sabtu memerintahkan kepolisian untuk menyelidiki seorang tentara Israel yang sedang berlibur di negara itu dengan tuduhan melakukan kejahatan perang di Gaza. Prajurit tersebut dilaporkan kabur meninggalkan negara tersebut sebelum berhasil ditangkap.
Arahan interogasi tersebut menyusul pengaduan yang diajukan oleh Hind Rajab Foundation (HRF), sebuah organisasi hak asasi manusia yang “berdedikasi untuk memutus siklus impunitas Israel.” HRF menuduh tersangka, yang berada di Brazil sebagai turis, terlibat dalam penghancuran rumah warga sipil di Gaza sebagai bagian dari kampanye genosida pendudukan Israel.
“Orang ini secara aktif berkontribusi terhadap penghancuran rumah dan mata pencaharian,” kata pengacara HRF Maira Pinheiro, merujuk pada bukti video dan foto yang konon menghubungkan tersangka dengan kejahatan tersebut.
Aljazirah melaporkan, tentara Israel yang sedang berlibur di Brasil itu bernama Yuval Vagdani. Ia telah meninggalkan negara Amerika Selatan tersebut. Sesaat sebelum Yuval Vagdani melarikan diri setelah dicari untuk diinterogasi oleh pihak berwenang di Brasil, keluarganya mengatakan dia “tidak ditahan”. Keluarganya menantang pihak-pihak yang punya urusan dengan Vagdani agar menemuinya di Israel.
Media Israel Hayom juga melaporkan bahwa pria tersebut telah meninggalkan Brazil, tanpa memberikan rincian. HRF, dalam pernyataan lanjutannya, mengatakan pihaknya menerima informasi bahwa Israel menyelundupkan tentara tersebut keluar dari Brasil.
Pengadilan menggunakan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Brasil, dan menekankan perlunya tindakan investigasi yang mendesak. Keputusan tersebut merupakan penerapan bersejarah Statuta Roma oleh Brasil, yang menggarisbawahi komitmen negara tersebut terhadap keadilan internasional.
“Ini adalah momen bersejarah,” kata Dyab Abou Jahjah, ketua HRF. “Ini menjadi preseden kuat untuk meminta pertanggungjawaban para penjahat perang.”
Pada akhir Desember lalu, seorang tentara Israel yang mengunjungi Sri Lanka juga kabur meninggalkan negara itu setelah ia diidentifikasi oleh Yayasan Hid Rajab bertanggung jawab atas kematian seorang warga sipil Palestina di Gaza.
Menurut laporan di Channel 12 Israel yayasan itu mengunggah foto tentara tersebut, Gal Ferenbook, dan mengatakan bahwa mereka telah mengajukan penangkapan kepada pihak berwenang Sri Lanka, Mahkamah Pidana Internasional (ICC), dan Interpol. Channel 12 melaporkan bahwa Ferenbook kemudian menerima telepon mendesak dari otoritas Israel yang menyuruhnya segera meninggalkan Sri Lanka untuk menghindari kemungkinan penangkapan.
Menurut HRF, Ferenbook memposting video di akun Instagram-nya pada 9 Agustus 2024 yang menunjukkan apa yang dia klaim sebagai warga sipil Palestina yang ia tewaskan. Dalam video tersebut, Ferenbook tertawa ketika tentara lain memanggilnya “Terminator.”
Laporan tersebut menambahkan bahwa ini bukan pertama kalinya tentara IDF diminta meninggalkan negara yang mereka kunjungi karena takut ditangkap, termasuk salah satu insiden di Siprus bulan lalu. Awal Desember, IDF dilaporkan memperingatkan puluhan tentaranya agar tidak bepergian ke luar negeri, setelah sekitar 30 tentara yang bertempur di Gaza jadi sasaran tuntutan kejahatan perang terhadap mereka.
Dalam delapan kasus, tentara yang melakukan perjalanan ke luar negeri segera diminta kembali karena khawatir mereka akan ditangkap atau diinterogasi oleh negara yang mereka kunjungi, situs berita Ynet melaporkan. Para prajurit itu mengunjungi Siprus, Slovenia, dan Belanda.
Pada 1 Januari lalu, Yayasan Hind Rajab juga meminta pihak berwenang Thailand untuk menangkap seorang tentara Israel yang mengunjungi negara itu pada malam Tahun Baru. Dalam sebuah pernyataan pada Selasa, Yayasan Hind Rajab mengatakan telah secara resmi meminta polisi Thailand untuk menahan Omri Nir, yang merupakan satu dari ratusan warga Israel yang diadukan kejahatan perang yang diajukan ke ICC oleh organisasi tersebut.
Yayasan tersebut menuduh Nir dengan sengaja menghancurkan rumah-rumah warga sipil di Gaza dan menggunakan sekolah untuk tujuan militer. Keduanya dianggap sebagai kejahatan perang berdasarkan hukum kemanusiaan internasional.
Tentara penjajah Israel yang mengambil bagian dalam perang yang sedang berlangsung di Jalur Gaza telah diperingatkan agar tidak mengunggah foto medan perang secara online karena kekhawatiran akan potensi penuntutan di luar negeri, Press TV melaporkan pada Desember.
Hal ini terjadi sebulan setelah ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan “kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang.”
Beberapa tentara Israel yang terlibat dalam genosida di Gaza menggunakan platform media sosial untuk mendokumentasikan tindakan mereka di Jalur Palestina yang terkepung. Mereka menyombongkan tentang kejahatan mereka terhadap penduduk dan infrastruktur di wilayah tersebut.
“Jangan memposting foto diri Anda di medan perang Gaza atau di tempat lain. Bahkan jangan memposting sama sekali di media sosial,” sebuah postingan di X memperingatkan dari akun yang mengaku berafiliasi dengan badan intelijen Mossad “Israel”.
Peringatan tersebut memperingatkan tentara bahwa informasi mereka dapat dibagikan ke negara-negara yang mungkin mereka kunjungi di masa depan, sehingga membuat mereka berpotensi ditangkap. “Liburanmu akan berubah menjadi mimpi buruk,” tambah postingan itu.
Menanggapi peringatan ini, Yayasan Hind Rajab menyatakan, “Sudah terlambat; bukti telah didokumentasikan. Penjahat perang yang pada dasarnya memberikan kesaksian melawan diri mereka sendiri tidak akan lolos dari keadilan.”
Yayasan tersebut menyandang nama Hind Rajab, seorang gadis berusia lima tahun yang jadi simbol pedih penderitaan Gaza. Hind sedang bepergian bersama pamannya, istrinya, dan ketiga anak mereka pada tanggal 29 Januari 2014, melarikan diri dari lingkungan Tel al-Hawa di Kota Gaza, ketika kendaraan mereka menjadi sasaran tembakan Israel.
Kelompok advokasi yang berbasis di Belgia itu pada Oktober mengumumkan “telah mengajukan pengaduan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan bersejarah ke Pengadilan Kriminal Internasional terhadap 1.000 tentara pasukan pendudukan Israel atas kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida di Gaza”. Dalam agresi brutal itu, sedikitnya 45 ribu warga Palestina dibunuh atau terluka dan jutaan lainnya mengungsi, kelaparan, dan sakit akibat serangan gencar Israel selama setahun.
Yayasan Hind Rajab mengatakan bahwa personel IDF yang disebutkan namanya dalam pengaduan ICC “dituduh berpartisipasi dalam serangan sistematis terhadap warga sipil selama genosida yang sedang berlangsung di Gaza.”
“Keluhan ini, didukung oleh lebih dari 8.000 bukti yang dapat diverifikasi—termasuk video, rekaman audio, laporan forensik, dan dokumentasi media sosial menunjukkan keterlibatan langsung tentara dalam kekejaman ini,” jelas kelompok tersebut. “Semua tentara yang disebutkan berada di Gaza selama serangan genosida, dan bukti menunjukkan partisipasi mereka dalam pelanggaran hukum internasional.”
Sumber: Republika
Editor: Agung