Indonesia Kerja Sama dengan Investor Qatar untuk Bangun 1 Juta Rumah

Presiden Prabowo Subianto menyaksikan penandatangan nota kesepahaman Pengembangan Proyek Hunian 1 Juta Unit antara Menteri PKP Maruarar Sirait dengan Investor Perumahan (SHK) Kerajaan Qatar Yang Mulia Sheikh Abdulaziz di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (8/1). (Biro Setpres)

J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto menghadiri penandatanganan nota kesepahaman (MoU) Pengembangan Proyek Hunian 1 Juta Unit yang melibatkan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait dan investor perumahan dari Kerajaan Qatar, Sheikh Abdulaziz bin Abdulrahman Al Thani. Acara ini berlangsung di Istana Merdeka, Jakarta, pada 8 Januari 2025.

Proyek ini merupakan hasil kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Qatar yang melibatkan lintas kementerian dan lembaga. Hunian tersebut akan dibangun di atas lahan negara, termasuk lahan milik Sekretariat Negara, BUMN, dan Kementerian Keuangan, dengan prioritas lokasi di wilayah perkotaan seperti Kemayoran, Kalibata, dan Senayan.

Menurut Maruarar, program ini adalah bagian dari target pemerintah untuk membangun tiga juta unit rumah dalam setahun. Dalam waktu kurang dari tiga bulan, sebanyak 40 ribu unit sudah berhasil dibangun. Hunian yang akan didirikan merupakan hunian vertikal, yang bertujuan mengatasi permasalahan perumahan di kota-kota besar sekaligus membersihkan kawasan kumuh di 98 kota di Indonesia.

Sheikh Abdulaziz Al Thani, sebagai investor, menyatakan optimismenya terhadap keberhasilan proyek ini, sementara Ketua Satgas Perumahan Hashim Djojohadikusumo menekankan pentingnya percepatan pelaksanaan proyek untuk memenuhi kebutuhan mendesak masyarakat.

Namun, program ini juga menuai tantangan, terutama dalam mengatasi backlog perumahan yang mencapai 12,7 juta unit berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi (Susenas) 2023. Ekonom INDEF Tauhid Ahmad menyoroti kesenjangan antara kebutuhan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan daya beli mereka. Ia mengungkapkan bahwa cicilan rumah program MBR masih terlalu tinggi untuk masyarakat sangat miskin yang hanya mampu menyewa dengan biaya rendah. Selain itu, lokasi hunian yang sering jauh dari tempat kerja juga mengurangi minat masyarakat untuk membeli rumah dari program pemerintah.

Tauhid juga menyoroti perlunya strategi khusus untuk membantu pekerja informal, yang jumlahnya masih signifikan di Indonesia. Skema pembelian rumah yang fleksibel dan mendukung penghasilan tidak tetap harus disiapkan untuk mengatasi kesenjangan ini.

Program ini diharapkan tidak hanya meningkatkan ketersediaan hunian yang layak, tetapi juga mampu menjawab tantangan keterjangkauan dan aksesibilitas bagi seluruh lapisan masyarakat.

Editor: Agung