Kenaikan Usia Pensiun Jadi 59 Tahun, Berkah atau Tantangan bagi Pekerja?

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Mirah Sumirat. (Foto: Net)

J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Keputusan pemerintah menaikkan usia pensiun menjadi 59 tahun mulai 1 Januari 2025 menimbulkan berbagai tanggapan. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggara Program Jaminan Pensiun. Pasal 15 PP tersebut menetapkan usia pensiun awal pada 56 tahun, yang kemudian akan bertambah satu tahun setiap tiga tahun hingga mencapai 65 tahun.

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI), Mirah Sumirat, SE, menilai kebijakan ini memiliki dua sisi. Di satu sisi, pekerja akan terus mendapatkan kepastian pekerjaan dan upah hingga usia pensiun baru. Namun, ia juga mengkhawatirkan dampaknya terhadap produktivitas, terutama bagi pekerja yang mengandalkan tenaga fisik.

“Fisik dan mental pekerja tentu akan menurun seiring bertambahnya usia. Ini dapat memengaruhi produktivitas, terutama bagi buruh yang bekerja dengan beban fisik berat,” ujar Mirah, Rabu (8/1/2025).

Mirah juga menyoroti dampak kebijakan ini bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sebelum mencapai usia pensiun. “Jika seorang pekerja di-PHK di usia 40 tahun, ia harus menunggu hingga 19 tahun untuk menerima dana pensiun,” katanya. Menurut Mirah, kondisi ini dapat menyulitkan pekerja untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek, termasuk peluang membangun usaha atau menopang kebutuhan finansial.

Ia meminta pemerintah mencari solusi untuk masalah ini agar pekerja yang di-PHK sebelum usia pensiun tetap mendapat manfaat ekonomi.

Mirah juga mengkritik sejumlah perusahaan yang belum mematuhi aturan usia pensiun. “Masih banyak perusahaan yang menetapkan usia pensiun di bawah ketentuan, seperti 40, 45, atau 50 tahun,” ungkapnya. Ia menambahkan bahwa pelanggaran ini sering kali dimasukkan ke dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB), yang seharusnya tidak terjadi.

Mirah mendesak pemerintah menindak tegas perusahaan yang melanggar peraturan tersebut untuk melindungi hak-hak pekerja.

Selain itu, Mirah menyoroti rendahnya besaran dana pensiun yang diterima pekerja. “Dana pensiun saat ini paling sedikit Rp 300.000 dan paling banyak Rp 3.600.000 per bulan,” katanya. Ia mengacu pada rekomendasi Organisasi Buruh Internasional (ILO) yang menyarankan penggantian pendapatan pensiun sekitar 40 hingga 60 persen dari gaji terakhir pekerja.

Mirah menegaskan, jaminan sosial yang layak bagi pekerja sangat penting untuk memastikan kehidupan yang bermartabat setelah pensiun. “Pekerja telah membayar pajak selama masa produktif. Oleh karena itu, negara harus memberikan jaminan sosial yang memadai agar mereka tetap bisa hidup layak,” ujarnya.

Ia menutup pernyataannya dengan menekankan pentingnya kontribusi pekerja dalam membangun ekonomi bangsa. “Pekerja yang sejahtera adalah kunci bagi negara yang kuat,” pungkas Mirah.

Editor: Agung