Oleh Nai Ummu Maryam
HEBOH dan menakutkan! Sebuah kondisi yang tengah dirasakan masyarakat Kota Batam. Bagaimana tidak, dampak dari hujan yang mengguyur selama empat hari (10 -13 Januari 2025), membuat tanggul penangkaran buaya di Pulau Bulan Kota Batam jebol. Malangnya, buaya yang lepas diperkirakan lebih dari puluhan hingga ratusan ekor.
Menurut informasi, penangkaran buaya yang di berlokasi di Pulau Bulan dikelola oleh PT Perkasa Jagat Karunia (PJK). Adapun informasi yang dihimpun, dua tanggul yang jebol memiliki ukuran yang berbeda yakni ada yang kecil dengan ukuran sekitaran 2 meter, dan yang lebih besar 10 meter.
Tak bisa dimungkiri bahwa lepasnya ratusan buaya membuat ketakutan masyarakat setempat. Terutama bagi mereka yang menggantungkan hidupnya dari kegiatan melaut. Begitu pun dengan aspek pariwisata, para wisatawan dihantui rasa ketakutan untuk datang ke pantai.
Kondisi ini menimbulkan trauma dan kewaspadaan bagi masyarakat terutama yang memiliki anak-anak. Kita harus tetap waspada untuk mengawasi mereka saat bermain dan menjauhi wilayah perairan baik itu laut, pantai, daerah bakau, sungai, parit besar dan sejenisnya.
Bagaimana Islam Memandang Permasalahan Ini?
Lepasnya ratusan buaya ke daerah pemukiman warga merupakan musibah sekaligus ujian. Maka, sikap kita sebagai muslim hendaknya mengucapkan “Innalillahi wa inna Ilaihi rojiun”.
Ini merupakan musibah dan ujian agar masyarakat Kota Batam melakukan intropeksi diri dari segala perbuatan maksiat. Kendati demikian ada hal yang paling penting untuk dikritisi.
Pertama, bahwa buaya adalah hewan yang diharamkan dalam syariat Islam. Maka, tidak boleh mengambil keuntungan dari komoditi buaya untuk dijadikan pemasukan atau pendapatan daerah. Misalnya melakukan jual beli atau ekspor daging dan kulit buaya ke luar negeri.
Kedua, penangkaran buaya hanya diperbolehkan jika untuk kepentingan pendidikan dan sains (penelitian) dan ini pun jumlahnya harus dibatasi oleh negara atau pemerintah setempat. Posisi penangkarannya pun wajib memenuhi standar keamanan atau sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Tidak seperti penangkaran buaya yang ada saat ini yang berdekatan dengan perairan pemukiman warga.
Ketiga, pihak yang paling bertanggung jawab penuh atas musibah ini adalah pihak perusahaan. Perusahaan bersama instansi terkait wajib menyisir buaya-buaya yang lepas tadi dan jangan sampai ada nyawa masyarakat yang hilang karenanya.
Keempat, jika ada nyawa masyarakat yang hilang karena buaya-buaya tersebut maka pihak perusahaan harus dikenakan sanksi yang tegas oleh pihak yang berwajib dan pihak perusahaan wajib meminta maaf kepada seluruh lapisan masyarakat serta mengganti rugi jika terdapat kerugian yang dialami masyarakat.
Terakhir, kita semua sebagai warga Kota Batam dan sekitarnya wajib bekerja sama dan melaporkan kepada pihak yang berwenang jika menemukan buaya yang berkeliaran di sekitar kota. Harapannya semoga musibah ini mampu diselesaikan dengan baik dan menjadi bahan evaluasi bagi semua pihak yang terkait.*
Penulis adalah pengamat masalah sosial bermastautin di Batam