Genosida Struktural

Ilustrasi artikel Ahmadie Thaha tentang genosida. (Foto: AT/J5NEWSROOM.COM)

Catatan Cak AT – Ahmadie Thaha

PASCA genjatan senjata di Gaza, suasana Gaza tampak seolah mozaik dari ironi yang tak tertanggungkan. Anak-anak di gang-gang kecil kini hanya mendengar sunyi yang diracik dari trauma, reruntuhan, dan janji kosong. Pedagang di pasar mungkin menggelar lapak seadanya di antara puing-puing, sementara debu dan asap belum sirna dari udara.

Namun, meski peluru berhenti menyalak untuk sementara, pertanyaan besar menyeruak: Dapatkah genjatan senjata menyelesaikan genosida struktural yang dialami Palestina? Suatu pembunuhan terstruktur yang dirancang mengikuti strategi lengkap, dapatkah dihentikan sebelum tujuan tercapai?

Muhannad Ayyash, seorang Profesor Sosiologi asal Quds yang kini mengajar di Mount Royal University di Calgary, Kanada, menjawab dengan tegas: tidak. Genjatan senjata hanyalah jeda sementara dalam orkestrasi sistematis yang lebih besar —genosida struktural yang telah menjadi denyut nadi proyek kolonial pemukim Israel.

Untuk memahami konteks genosida struktural, kita perlu menengok ke masa lalu dalam konteks masa kini, tepatnya ke era Trump dan deal politiknya dengan Benjamin Netanyahu. Trump, yang dikenal lebih sebagai pengusaha daripada negarawan, memasarkan “Deal of the Century” dengan gaya flamboyannya: sebuah kesepakatan yang diklaim akan membawa perdamaian.

Namun, di balik layar, kesepakatan ini lebih menyerupai tawar-menawar sepihak yang memuluskan proyek kolonial Israel. Netanyahu, sang politik oportunis yang licik, memanfaatkan janji kosong ini untuk melegitimasi perluasan pemukiman ilegal dan mereduksi Palestina menjadi serpihan-serpihan yang tidak memiliki keutuhan geografis, politik, ataupun budaya.

Alih-alih menyelesaikan konflik, kesepakatan ini hanya menyalakan api baru dalam rangkaian panjang penjajahan dan perampasan tanah. Seperti yang ditegaskan Ayyash, genjatan senjata atau kesepakatan damai palsu seperti ini tidak menyentuh akar permasalahan: struktur kolonial yang secara sistematis menghancurkan Palestina.

Apa sebenarnya yang dimaksud dengan genosida struktural? Dalam pemikiran Ayyash, genosida ini bukan sekadar pembunuhan massal secara fisik, tetapi mencakup berbagai mekanisme yang bertujuan untuk menghapus eksistensi Palestina sebagai bangsa. Ayyash, penulis buku A Hermeneutics of Violence dan seorang analis di Al-Shabaka, mendeskripsikan genosida ini dalam beberapa dimensi utama:

Pertama, displacement bertahap. Penjajah Israel melakukan pengusiran dan pemindahan paksa penduduk Palestina dari tanah mereka, sedikit demi sedikit, agar terlihat seperti proses alami.

Kedua, ketergantungan ekonomi. Penjajah Israel menciptaan kondisi di mana Palestina dan warganya tidak dapat mandiri secara ekonomi, sehingga terus-menerus bergantung pada pihak luar.

Ketiga, penghapusan sejarah dan budaya. Penjajah Israel menghilangan jejak sejarah dan identitas Palestina melalui narasi resmi yang dikendalikan sepenuhnya oleh Israel.

Keempat, fragmentasi populasi. Penjajah Israel secara sistematis memecah komunitas warga Palestina menjadi kantong-kantong kecil yang terisolasi satu sama lain.

Kelima, denial of sovereignty. Penjajah Israel melakukan obstruksi terhadap hak-hak politik dan kedaulatan Palestina sehingga mereka tidak pernah benar-benar merdeka.

Menurut Ayyash, genosida struktural ini merupakan mesin kolonial yang bekerja secara sistematis, melampaui perang atau konflik bersenjata. Bahkan jika senjata berhenti berbunyi, mesin ini terus menggiling dengan kejam di balik layar.

Genjatan senjata seperti yang baru saja disepakati hanyalah usaha sementara untuk meredakan tekanan global terhadap Israel. Seperti menambal kebocoran kapal dengan permen karet, genjatan ini tidak akan mampu menghentikan proyek kolonial Israel yang lebih besar.

Justru, hal ini memberikan ilusi kepada komunitas internasional bahwa sesuatu sedang dilakukan, sementara akar masalah tetap dibiarkan membusuk. Itulah genosida struktural, yang tak sepenuhnya disadari dan dipahami oleh pengamat sekali pun.

Ayyash menegaskan bahwa satu-satunya cara untuk menghentikan genosida struktural ini adalah dengan menghancurkan struktur kolonial itu sendiri. Ini membutuhkan tekanan ekonomi dan politik global terhadap Israel, termasuk embargo dan isolasi internasional seperti yang pernah dilakukan terhadap apartheid di Afrika Selatan.

Di penghujung esai ini, pertanyaan yang harus kita renungkan adalah: Seberapa lama dunia akan terus merayakan genjatan senjata sebagai prestasi diplomasi, sementara genosida struktural terus berlangsung? Genosida ini bukan hanya tentang Palestina, tetapi juga tentang keberpihakan dunia pada prinsip keadilan, kemanusiaan, dan hak asasi manusia.

Ayyash, seorang migran asal Quds yang kini sedang menulis buku tentang settler colonial sovereignty, menyuarakan kebenaran yang sulit diabaikan: selama kolonialisme pemukim Israel terus dibiarkan, genjatan senjata hanyalah jeda dalam simfoni tragedi yang tak berkesudahan. Sejarah akan mencatat apakah kita memilih menjadi penonton pasif atau pelaku perubahan yang aktif.*

Ma’had Tadabbur al-Qur’an, 23/1/2025

Penulis adalah Pendiri Republika Online 1995