Oleh Laksma TNI (Purn) Jaya Darmawan, M.Tr.Opsla
ANCAMAN serius terhadap keutuhan NKRI kini semakin nyata. Reklamasi besar-besaran yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia bukan sekadar proyek pembangunan, tetapi berpotensi menjadi alat penguasaan asing dan memperbesar kesenjangan sosial-ekonomi masyarakat.
Kekhawatiran ini disampaikan oleh sejumlah tokoh nasional yang selama ini fokus pada isu pertahanan dan geopolitik. Dr. Sutrimo Sumarlan, mantan Dirjen Potensi Pertahanan di era Menhan Ryamizard Ryacudu, mengungkap Peta Reklamasi Nasional yang menunjukkan bahwa reklamasi sedang berlangsung di hampir seluruh wilayah Indonesia.
Tidak lama setelah itu, Irjen Pol (Purn) M. Arief Pranoto mempublikasikan analisisnya dalam artikel Menjerat Elang, Menjebak Naga yang membedah strategi penjajahan gaya baru melalui perang asimetris. Kekhawatiran serupa juga disampaikan oleh wartawan senior Tjahja Gunawan dalam unggahan Instagram-nya, yang menyoroti dampak reklamasi terhadap kesenjangan sosial-ekonomi masyarakat.
Ketiga peringatan ini mengarah pada satu pertanyaan besar: Apakah reklamasi ini murni untuk kepentingan pembangunan nasional, atau justru menjadi bagian dari skenario besar untuk melemahkan Indonesia?
Penguasaan Asing dan Perpecahan Bangsa
Sejarah membuktikan bahwa bangsa ini telah berkali-kali dijadikan sasaran eksploitasi oleh kekuatan asing. Dalam bukunya Tonggak-Tonggak Orde Baru, B. Wiwoho menyoroti dampak pasca-Reformasi yang justru semakin mengarah pada perpecahan bangsa.
Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar. Diplomat senior Amerika Serikat, Paul Wolfowitz, pernah memperingatkan Presiden B.J. Habibie bahwa Indonesia berpotensi pecah menjadi 7 hingga 8 negara. Pernyataan ini mendorong Prof. Dr. Sofian Effendi untuk mengadakan diskusi strategis dengan sejumlah tokoh nasional, termasuk Sri Sultan Hamengkubuwono X, Jenderal Ryamizard Ryacudu, dan para pakar pertahanan lainnya.
Dalam pertemuan tersebut, dilakukan berbagai simulasi ancaman terhadap Indonesia, termasuk perang modern dan intervensi asing. Skenario terburuk menunjukkan bahwa jika Indonesia terpecah, maka negara-negara kecil hasil pecahannya akan menjadi sasaran empuk bagi kekuatan asing yang ingin menguasai sumber daya alam kita.
Apakah reklamasi yang terjadi saat ini merupakan bagian dari skenario besar untuk memecah Indonesia secara perlahan?
Reklamasi yang tidak terkendali bukan hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengancam ketahanan nasional. Penguasaan wilayah-wilayah strategis oleh investor asing bisa menjadi ancaman jangka panjang terhadap kedaulatan negara.
Dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, disebutkan bahwa: “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak wilayah reklamasi justru dikuasai oleh segelintir elite dan korporasi asing, bukan untuk kepentingan rakyat. Ini jelas bertentangan dengan semangat konstitusi dan prinsip Bela Negara!
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Bela Negara adalah hak dan kewajiban setiap warga negara untuk menjaga keutuhan NKRI. Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan bahwa setiap kebijakan yang menyangkut wilayah strategis negara tidak boleh mengorbankan kedaulatan nasional.
Indonesia Harus Kembali ke UUD 1945 Asli
Reformasi yang telah berjalan lebih dari dua dekade justru membuat Indonesia semakin jauh dari cita-cita para pendiri bangsa. Konstitusi kita telah mengalami banyak perubahan yang justru melemahkan posisi negara dalam melindungi kepentingan rakyat.
Satu-satunya cara untuk menyelamatkan Indonesia dari ancaman perpecahan adalah melakukan reset konstitusi dan kembali kepada UUD 1945 yang asli!
Dalam UUD 1945 yang asli, semangat kebangsaan, persatuan, dan kedaulatan negara menjadi prioritas utama. Namun, amandemen yang dilakukan pasca-Reformasi justru membuka celah bagi kepentingan asing untuk masuk dan mengendalikan berbagai sektor strategis.
Jika kita ingin mempertahankan keutuhan NKRI, maka Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto harus berani mengambil langkah strategis untuk mengembalikan konstitusi ke bentuk aslinya.
Alih-alih mengandalkan reklamasi yang justru memperparah ketimpangan sosial, Indonesia harus fokus pada pembangunan yang berbasis keunggulan lokal. Setiap provinsi harus menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang mandiri, bukan hanya bergantung pada Jakarta dan kota-kota besar lainnya.
Salah satu solusi konkret adalah dengan menyebarkan kantor-kantor kementerian dan lembaga ke berbagai daerah, sehingga mendorong pemerataan pembangunan dan menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru.
Selain itu, pemerintah harus memastikan bahwa investasi yang masuk benar-benar memberikan manfaat bagi rakyat, bukan sekadar menguntungkan segelintir elite.
Ancaman terhadap kedaulatan Indonesia semakin nyata. Reklamasi yang terjadi di seluruh negeri bukan sekadar proyek pembangunan, tetapi bisa menjadi alat penguasaan asing yang mempercepat proses perpecahan bangsa.
Jika kita tidak bertindak sekarang, maka skenario perpecahan yang pernah diperingatkan oleh Wolfowitz bisa menjadi kenyataan.
Saatnya bangsa ini bersatu! Saatnya Bela Negara dijadikan gerakan nasional! Saatnya kita kembali ke UUD 1945 yang asli untuk memastikan bahwa Indonesia tetap utuh, berdaulat, dan berjaya di panggung dunia!*
Penulis adalah Ketua Presidium Pejuang Bela Negara
Sumber: RMOL