![](https://j5newsroom.com/wp-content/uploads/2025/02/ANTRI-GAS-1-1024x591.jpg)
j5NEWSROOM.COM, Jakarta – Kepastian tersebut disampaikan oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia usai bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (4/2).
Bahlil menjelaskan bahwa per 4 Februari, semua pengecer gas LPG 3 kg akan kembali beroperasi dengan mengubah status mereka menjadi sub pangkalan.
“Makanya kita rubah dari yang tadinya (masyarakat) beli di pangkalan, sekarang kita aktifkan pengecer dengan mengubah status mereka menjadi sub pangkalan, dengan memberikan fasilitas teknologi atau aplikasi agar bisa kita pantau pengendalian harga. Berapa yang mereka jual, dan kepada siapa agar tidak terjadi penyalahgunaan,” ungkap Bahlil.
Saat ini, Bahlil mengatakan ada sekitar 370 ribu pengecer gas melon di seluruh Indonesia. Pemerintah berharap pengecer yang dinaikkan statusnya menjadi sub pangkalan dapat beroperasi dengan tertib dan tidak memainkan harga, sehingga masyarakat bisa mendapatkan harga yang wajar.
“Itu semuanya menjadi sub pangkalan, nanti dalam proses berikutnya kita akan melakukan pendampingan agar mereka tertib. Bagi sub pangkalan yang tidak tertib mengikuti aturan, akan dilakukan evaluasi dan penilaian, agar benar-benar sub pangkalan ini bertanggung jawab dalam penyaluran gas LPG 3 kg tepat sasaran,” jelasnya.
Kebijakan ini sebelumnya sempat menimbulkan kegaduhan di masyarakat karena warga terpaksa membeli gas melon di pangkalan resmi Pertamina, yang umumnya jauh dari tempat tinggal mereka. Dengan stok yang terbatas di pangkalan, warga juga harus rela antri berjam-jam untuk mendapatkannya.
Bahlil menjelaskan, alasan diberlakukannya pelarangan tersebut adalah karena adanya permainan harga yang menyebabkan harga gas melon menjadi tidak wajar dan cenderung tinggi. Bahlil meyakini permainan harga di lapangan dilakukan oleh sejumlah oknum.
“Dari Pertamina, menuju ke agen itu harganya Rp12.000-Rp13.000. Dari agen ke pangkalan, harganya sekitar Rp16.000-Rp17.000, itu masih bisa dikendalikan oleh Pertamina dan dipantau. Namun, dari pangkalan ke pengecer yang sulit dikendalikan. Tidak ada instrumen, makanya harga bisa melonjak hingga di atas Rp20.000 bahkan ada yang Rp30.000, bahkan ada juga yang dioplos. Nah, dengan pengecer menjadi sub pangkalan, kita akan memberikan fasilitas yang sama dengan di pangkalan, supaya harganya bisa kita kontrol menggunakan IT (aplikasi),” jelasnya.
Menurut Bahlil, masalah subsidi gas melon sudah menjadi polemik selama puluhan tahun. Ia menekankan bahwa masalah ini harus segera diselesaikan mengingat subsidi yang dikeluarkan pemerintah untuk gas ini mencapai Rp87 triliun.
“Jujurlah, ada oknum-oknum yang bermain untuk menyalahgunakan subsidi ini, masa kita mau biarkan, masa kita mau kalah dari pemain-pemain ini,” tegasnya.
Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan bahwa kebijakan pemerintah yang mengaktifkan kembali pengecer dan mengubah status mereka menjadi sub pangkalan dapat meredam kegaduhan yang terjadi beberapa hari terakhir.
Namun, ia meragukan apakah cara tersebut bisa membuat subsidi gas melon tepat sasaran. Fahmy menjelaskan bahwa pemerintah hanya memberikan subsidi kepada produk, sementara sistem distribusinya terbuka.
“Karena sistem distribusinya terbuka, siapapun bisa membeli tanpa ada sanksi. Konsumen kan sifatnya rasional, kalau ada yang lebih murah kenapa harus beli yang lebih mahal?” ungkap Fahmy kepada VOA.
Fahmy menyarankan agar subsidi gas melon ini diterapkan dengan sistem distribusi tertutup. Artinya, subsidi berlaku berdasarkan sasaran, bukan produk.
“Sasarannya ditentukan kriterianya siapa yang berhak memperoleh, misalnya rumah tangga miskin, UMKM, dan nelayan. Tiga segmen itulah yang berhak memperoleh dan mereka bisa membeli gas LPG 3 kg dengan harga yang semestinya,” jelasnya.
Fahmy mengatakan pemerintah sebetulnya bisa memberikan subsidi dalam bentuk uang kepada masyarakat yang berhak. Namun, untuk itu diperlukan data yang valid agar subsidi tepat sasaran.
“Jadi yang tertutup itu langsung diberikan kepada yang berhak. Seperti bansos, di bansos itu kan didata by name by address kemudian mereka dikirim uang. Prinsip yang sama bisa diterapkan untuk subsidi tertutup untuk gas melon. Pemerintah bisa menggunakan data Kemensos untuk pembagian bansos,” pungkasnya.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah