![](https://j5newsroom.com/wp-content/uploads/2025/02/PIGAI-MENTERI.jpg)
J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, dinilai belum menunjukkan kinerja optimal dalam 100 hari pertama Kabinet Merah Putih. Salah satu indikatornya, menurut Anggota Komisi XIII DPR RI, Mafirion, adalah kurangnya progres dalam menangani dugaan pelanggaran HAM terkait Proyek Strategis Nasional (PSN) Pulau Rempang di Kota Batam.
Mafirion mengungkapkan bahwa sejumlah PSN yang berlangsung dalam lima tahun terakhir memicu banyak dugaan pelanggaran HAM, termasuk kekerasan oleh aparat, teror, dan ancaman fisik. Namun, hingga saat ini, tidak ada langkah signifikan dari Menteri HAM untuk menangani masalah tersebut dengan serius.
Dalam periode 2019-2023, tercatat 101 orang terluka, 204 orang ditangkap, dan 64 orang menjadi korban kekerasan psikologis akibat PSN. Mayoritas korban adalah masyarakat yang merasa dirugikan oleh proyek tersebut. “Protes mereka disambut dengan kekerasan fisik dan teror yang jelas melanggar hak asasi mereka untuk berpendapat. Apakah PSN harus dilakukan dengan cara seperti ini?” ujar Mafirion.
Lebih lanjut, ia menyoroti peran oknum aparat yang terlibat dalam pelanggaran HAM tersebut. Tercatat ada 36 kasus yang melibatkan aparat kepolisian, 48 kasus melibatkan anggota TNI, dan 30 kasus melibatkan pemerintah daerah. Ia menilai bahwa persoalan ini seharusnya menjadi prioritas bagi Kementerian HAM untuk diselesaikan sesuai prosedur yang berlaku.
Salah satu kasus yang ia soroti adalah penggusuran paksa warga di Pulau Rempang, Batam, yang terjadi karena penolakan warga untuk meninggalkan tempat tinggal mereka. Proses penggusuran tersebut melibatkan sekitar 7.500 warga yang terpaksa pindah ke tempat lain, menyebabkan mereka terlepas dari akar sosial, budaya, dan komunitas mereka. “Kasus pelanggaran HAM ini tidak mendapat perhatian serius dari Kementerian HAM. Seharusnya, Kementerian memberikan perlindungan kepada masyarakat Rempang,” tegasnya.
Mafirion mengingatkan bahwa penggusuran paksa adalah pelanggaran HAM berat menurut ketentuan PBB, yang melanggar hak atas perumahan yang layak, kesehatan, pekerjaan, dan hak-hak dasar lainnya. “Pernahkah kita membayangkan jika kampung tempat kita tinggal tiba-tiba diperintahkan untuk dipindahkan? Apakah itu bisa diterima secara akal sehat?” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa Kementerian HAM seharusnya berperan sebagai penengah antara masyarakat dan pihak yang berseteru. Mafirion meminta Menteri HAM untuk segera mengunjungi Pulau Rempang, bertemu dengan masyarakat, dan mendengarkan langsung keluhan mereka. “Kementerian HAM harus kembali pada prinsip pejuang hak asasi, mengingatkan pemerintah bahwa pembangunan harus untuk kesejahteraan rakyat, bukan atas penderitaan mereka,” pungkasnya.
Editor: Agung