![](https://j5newsroom.com/wp-content/uploads/2025/02/PRABOW-HPN-2025-1.jpg)
Oleh Dahlan Iskan
BEGITU masif berita soal pemotongan anggaran negara. Tiap hari. Sampai menakutkan: apakah sudah segitu gawatnya. Rasanya negara sudah seperti dalam keadaan krisis anggaran.
Maka suka-cita kemenangan para bupati, wali kota, dan gubernur terpilih seperti kesenangan dalam duka. Para bandar mulai ikut waswas: dari mana bisa dapat pengembalian dana talangan.
Alhamdulillah. Semuanya masih belum final. Siapa dipotong berapa masih mundur maju. Nego di balik layar masih seru.
Kementerian PU sempat diberitakan disunat sampai pangkal. Sampai untuk pemeliharaan pun tidak cukup.
Pun anggaran IKN.
Tentu itu tidak mungkin. Anggaran pemeliharaan tidak bisa dipotong banyak. Pun di IKN. Kalau anggaran IKN diamputasi total bekas hutan tanaman industri itu akan kembali jadi hutan –hutan belukar.
Anggaran BRIN juga diamputasi. Riset yang harus ditingkatkan kembali nelongso. BRIN tidak sendirian. Semuanya.
Jangan panik dulu. Belum final. Yang jelas anggaran untuk daerah akan kena pangkas lebih dari 30 persen. Bisa dibayangkan betapa banyak bupati dan wali kota yang gigit jari.
Begitu banyak daerah yang pendapatan aslinya hanya cukup untuk membayar setengah gaji pegawai mereka. Jangankan untuk membangun, untuk gaji saja tidak cukup.
Harusnya semuanya bersedih.
Tapi orang pemerintah tidak punya kemampuan untuk bersedih. Tidak akan ada ide bagaimana kalau jumlah pegawai dikurangi.
Tanpa pemotongan anggaran pun jumlah pegawai sudah terlalu banyak. Dengan pemotongan anggaran 30 persen pekerjaan mereka berkurang lagi.
Dari banjirnya berita pemotongan anggaran itu belum pernah ada penjelasan mengapa pemerintah tidak punya uang.
Apa sebabnya? Apakah target pendapatan tidak tercapai, khususnya dari pajak? Atau, pemasukan sebenarnya tercapai tapi pengeluaran untuk membayar cicilan dan bunga utang meningkat?
Biaya perjalanan dinas juga disunat sampai pertengahan batangnya. Masih ok. Tidak disunat sampai pangkalnya. Dan itu memang tidak mungkin.
Di awal masa jabatan para kepala daerah itu saja sudah memerlukan anggaran perjalanan dinas.
Para kepala daerah itu akan dilantik bersamaan di Jakarta. Di Istana. Dilantik langsung oleh Presiden Prabowo. Berarti harus ke Jakarta.
Prabowo kelihatannya ingin bikin sejarah: melantik sendiri semua kepala daerah. Tentu wakil kepala daerah juga diikutkan. Lalu istri masing-masing.
Maka akan ada sekitar 2.000 orang di Istana pada tanggal 20 Februari nanti.
Berarti tidak mungkin pelantikan itu dilakukan di dalam Istana. Mungkin di halamannya. Semoga tidak panas dan tidak hujan.
Berarti tidak mungkin ajudan mereka ikut serta. Atau tetap ikut. Satu daerah dua ajudan. Tambah 1000 orang lagi. Belum pula tukang rias para istri. Sekda. Penggembira.
Mungkin Presiden Prabowo ingin memberikan pidato menggelegar soal pentingnya penghematan, tidak korupsi dan harus kerja keras untuk rakyat langsung di depan mereka.
Mungkin Presiden Prabowo masih yakin kalau mereka mendengar sendiri pidatonya mereka akan berubah.
Anda tidak akan yakin.
Tidak hanya sampai di situ. Para kepala daerah itu harus kembali berkumpul di akhir Februari. Semuanya. Di Magelang. Di akademi militer.
Tidak kepalang tanggung: mereka akan 14 hari dikarantina di AMN.
Presiden akan memberi pengarahan khusus. Pun wakil presiden. Lalu para menko. Para menteri. Waktunya harus panjaaaaang.
Saya dengar beberapa kepala daerah lagi berusaha menawar: tiga hari saja. Mereka adalah kepala daerah yang sudah senior. Pernah jadi menteri.
Mereka sudah membayangkan apa yang akan disampaikan para menteri –membayangkan apakah sudah ada menteri yang menguasai bidangnya dengan baik.
Tapi menawar tiga hari terlalu jauh. Mungkin langsung ditolak. Padahal mereka yang menawar itu ada benarnya: yang diperlukan sekarang ini adalah action. Ibarat permainan silat gerakan-gerakan kembangannya sudah cukup. Yang ditunggu adalah gerakan tendangan kakinya.*
Penulis adalah wartawan senior Indonesia