
J5NEWSROOM.COM, Washington DC – Laporan ini membahas kekhawatiran warga Palestina di Jalur Gaza terkait kemungkinan kembalinya perang setelah Hamas mengancam menunda rencana pembebasan sandera Israel berikutnya. Situasi semakin tegang setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyerukan pembatalan gencatan senjata dan mengusulkan pengambilalihan Gaza oleh AS.
Dalam pertemuannya dengan Raja Yordania Abdullah II di Gedung Putih pada hari Selasa, Trump menyatakan bahwa rencananya akan menguntungkan rakyat Palestina. Namun, rencana ini ditolak oleh Palestina, Yordania, Mesir, dan negara-negara lainnya, yang menentang pemindahan paksa sekitar 1,9 juta penduduk Gaza ke negara-negara tetangga.
Raja Abdullah menegaskan bahwa ada rencana alternatif yang melibatkan negara-negara Arab, termasuk diskusi yang diadakan di Riyadh dengan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman. Keputusan Raja Abdullah mengenai Gaza menjadi sangat penting karena Yordania bergantung pada bantuan luar negeri dan memiliki populasi besar keturunan Palestina.
Ghaith al-Omari dari Washington Institute for Near East Policy memperingatkan bahwa jika Yordania mendukung rencana Trump, hal itu bisa menciptakan ketidakstabilan politik dan ekonomi, serta meningkatkan risiko serangan dari Hamas.
Di sisi lain, Hamas mengancam akan menunda pembebasan sandera dengan alasan adanya pelanggaran gencatan senjata oleh Israel. Netanyahu kemudian memberikan ultimatum bahwa jika Hamas tidak mengembalikan sandera hingga Sabtu siang, Israel akan melanjutkan serangan militernya.
Trump menegaskan bahwa setelah perang, Gaza akan berada di bawah kendali AS, bukan sebagai pembelian, tetapi sebagai pengelolaan langsung untuk memastikan perdamaian. Namun, rencana ini diperkirakan akan mendapat tentangan dari warga Gaza.
Editor: Agung