
J5NEWSROOM.COM, Magelang – Pelantikan kepala daerah secara serentak pada 20 Februari 2025 menandai awal baru dalam tata kelola pemerintahan daerah di Indonesia. Sebanyak 961 kepala daerah telah resmi dilantik, terdiri dari 33 gubernur, 33 wakil gubernur, 363 bupati, 362 wakil bupati, 85 wali kota, dan 85 wakil wali kota.
Pelantikan gubernur dan wakil gubernur didasarkan pada Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres RI) Nomor 15/P dan 24/P Tahun 2025 tentang Pengesahan Pengangkatan Gubernur dan Wakil Gubernur Masa Jabatan 2025-2030. Sementara itu, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota dilantik berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 100.2.1.3-221/2025 dan 100.2.1.3-1719/2025 tentang Pengesahan Pengangkatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Hasil Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2024 untuk masa jabatan 2025-2030.
Setelah pelantikan, para kepala daerah direncanakan mengikuti retret pada 21 hingga 28 Februari 2025. Program ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang Asta Cita dan visi-misi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto serta mendukung kebijakan dan program nasional. Retret ini mencakup lima topik utama, yakni pemahaman tugas pokok kepala daerah, pemahaman Asta Cita, penguatan kedekatan emosional antarkepala daerah, pengelolaan anggaran yang transparan dan efisien, serta ketahanan nasional dan wawasan kebangsaan.
Namun, dinamika politik muncul setelah Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, menerbitkan instruksi harian yang meminta seluruh kepala daerah dan wakil kepala daerah dari PDIP untuk menunda keikutsertaan mereka dalam retret tersebut. Instruksi ini tertuang dalam surat bernomor 7294/IN/DPP/II/2025 dan dikeluarkan sebagai respons terhadap situasi politik nasional, termasuk proses hukum yang dihadapi Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Instruksi ini memunculkan kembali perdebatan mengenai posisi kepala daerah dalam pemerintahan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah memiliki tanggung jawab utama kepada negara, bukan kepada partai politik. Meskipun kepala daerah diusung oleh partai dalam pencalonannya, setelah terpilih dan dilantik, mereka semestinya mengabdi kepada negara dan masyarakat.
Keputusan PDIP untuk menunda partisipasi kadernya dalam retret pemerintahan menimbulkan pertanyaan di kalangan publik mengenai batas antara loyalitas partai dan tanggung jawab kepala daerah terhadap negara. Di tengah dinamika politik yang berkembang, masyarakat menantikan bagaimana para kepala daerah menjalankan amanah mereka sesuai dengan prinsip tata pemerintahan yang baik.
Sumber: RMOL
Editor: Agung