
Oleh: Yulweri Vovi Safitria
Founder Kelas Menulis Online
Satu bulan menjaga ketakwaan, seharusnya mampu membentuk kebiasaan baik setiap orang. Namun, ternyata teori tersebut tidak berlaku hari ini. Terbukti, setelah satu bulan menunaikan ibadah Ramadan, night club pertama dibuka di Kota Batam. Klub malam tersebut disebut-sebut sebagai klub termegah dan termewah yang dibangun untuk pertama kalinya di Kota Batam (matakepri.com, 5-4-2025).
Kontradiksi dengan Visi
Selain dikenal sebagai kota industri, Batam juga dikenal dengan sebutan Bandar Madani atau kota beradab. Hal tersebut juga tertuang dalam visi Kota Batam ‘Terwujudnya Kota Batam sebagai Bandar Dunia Madani yang Modern’.
Melihat visi Batam, tentunya sangat kontradiksi dengan tumbuhnya berbagai klub yang tidak lepas dari hiburan dan tarian. Tidak hanya di jantung kota, klub-klub tersebut juga menjamur di berbagai titik.
Bahkan, pada 2022 lalu, tempat hiburan malam yang berada tidak jauh dari Masjid Sultan Mahmud Riayat Syah sempat menggegerkan publik. Pasalnya, lokasi tersebut hanya berbatasan dengan jalan raya. Terlepas dari menyuguhkan tarian erotis atau tidak, keberadaan tempat hiburan di sekitar masjid tentu sangat kontradiksi dengan aktivitas ibadah yang mengajak kepada ketaatan, bahkan memudarkan religiusitas masjid.
Sumber Pemasukan
Menjamurnya klub malam sesuatu yang niscaya ketika aturan Sang Pencipta diabaikan. Orientasi manusia tidak jauh-jauh dari cuan. Selagi menghasilkan pundi-pundi rupiah, bisnis apa saja akan tetap tumbuh tanpa peduli halal atau haram, berfaedah atau tidak. Ukuran kebahagiaan pun hanya dipandang ketika bisa happy, meski hanya sesaat.
Segala aktivitas tidak lagi dalam rangka ibadah, melainkan hanya hura-hura. Berbagai usaha, baik partai besar ataupun perorangan terus bermunculan, mengumpulkan keuntungan tanpa mengindahkan kenyamanan dan ketenangan masyarakat. Para pelaku bisnis seolah diberi karpet merah dalam mendirikan beragam usaha, sekalipun beraroma kemaksiatan.
Di sisi lain, aturan yang diterapkan bersumber dari akal manusia yang terbatas. Sementara manusia cenderung dikendalikan oleh hawa nafsu sehingga aturan yang dibuat pun berdasarkan hawa nafsu. Alhasil, meski terdapat pelanggaran, berbagai tempat hiburan (baca: kemaksiatan) tidak bisa ditindak tegas dengan berbagai alasan, salah satunya adalah hak asasi manusia.
Hak asasi pula yang melahirkan kebebasan (sekularisme) dalam segala aktivitas sehingga manusia bebas melakukan apa saja sesuai dengan keinginan tanpa seorang pun berhak mengaturnya. Sekularisme telah menjauhkan manusia dari aturan Sang Pencipta. Alhasil, hidup makin tidak terarah dan jauh dari Tuhan-nya.
Terlebih lagi, UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) menjelaskan bahwa jasa kesenian dan hiburan masuk dalam kategori Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan, seperti diskotik, karaoke, klub malam, bar, dan mandi uap/spa antara 40% sampai 75% (cnbcindonesia.com, 19-1-2024). Melihat tingginya pemasukan dari hiburan, tentunya ini menjadi pertimbangan pemerintah dalam memberikan sanksi ataupun membubarkan klub malam.
Oleh karenanya, penertiban, sanksi, ataupun pembatasan izin mendirikan tempat hiburan dalam sistem yang menuhankan kebebasan adalah sesuatu yang mustahil terjadi. Tidak ada yang bisa diharapkan dari sistem sekularisme kapitalis dalam mencegah kemaksiatan. Jika ingin selamat, masyarakat harus bersama-sama memperjuangkan agar aturan Islam diterapkan untuk mengatur kehidupan.
Pandangan Islam
Dalam pandangan Islam, kemaksiatan adalah perbuatan yang sangat dibenci dan pelakunya akan mendapat siksa dari Allah. Bahkan, Allah Taala memperingatkan manusia agar berhati-hati terhadap dorongan hawa nafsu yang menyesatkan.
“Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.” (QS Al-A’raf: 178).
Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Kemaksiatan adalah sesuatu yang membuat hati merasa tidak tenang dan membuat lidah merasa tidak enak.” (HR Muslim).
Hadis di atas menjadi pengingat bahwa kemaksiatan tidak hanya merusak, tetapi juga membawa perasaan tidak tenang dan menimbulkan kebencian. Oleh karena itu, umat Islam harus bersungguh-sungguh menjauhi kemaksiatan dan terus melakukan kebaikan.
Terkait hiburan, Islam tidak melarangnya selama tidak bertentangan dengan hukum syarak atau dilakukan secara terus-menerus sehingga melalaikan kewajiban agama. Hiburan seperti ikhtilat (campur baur antara laki-laki dan perempuan), mempertontonkan aurat, mengandung unsur judi, dan sejenisnya adalah aktivitas yang diharamkan dalam Islam.
Bahkan, Allah Taala mengingatkan agar manusia tidak terjebak oleh kesenangan duniawi, sebagaimana firman-Nya, “Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah permainan dan senda gurau….” (QS Al-An’am: 32).
Oleh karena itu, negara harus mengatur hiburan agar tidak mengancam akidah dan kepribadian Islam masyarakat. Sebagai sesuatu yang mubah, hiburan harus diatur oleh negara dengan memastikan bahwa konten tersebut tidak berbahaya dan membawa pemikiran yang merusak.
Dalam hal ini, negara memiliki peran penting sebagai pelindung umat sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam. Negara juga mengatur media agar konten-konten yang beredar adalah mendidik dan sesuai dengan akidah Islam. Semua tempat hiburan yang merusak dan melanggar syariat akan ditutup. Negara juga menerapkan sanksi tegas sesuai syariat Islam bagi siapa saja yang melanggar.
Tidak hanya itu, pendidikan yang berlandaskan akidah Islam akan menjadi benteng bagi setiap orang untuk menjauhi maksiat dan memupuk ketaatan. Dakwah Islam terus disebarkan ke seluruh pelosok negeri sehingga masyarakat memiliki kesadaran terkait bahaya industri hiburan yang merusak nilai-nilai Islam. Dengan demikian, negara mampu membendung arus hiburan yang merusak masyarakat.
Wallahua’lam bisshawab