Kasus Penahanan Ijazah di Jatim Melebar, 12 Perusahaan Terlibat

Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Kota Surabaya, Achmad Zaini. (Foto: RMOLJatim)

J5NEWSROOM.COM, Kasus dugaan penahanan ijazah oleh perusahaan terhadap karyawannya terus menuai sorotan. Jumlah karyawan yang melaporkan tindakan tidak etis ini kepada pihak berwenang kini mencapai 31 orang. Meskipun semula diduga melibatkan 12 perusahaan berbeda di Jawa Timur, hasil penelusuran lebih lanjut justru menunjukkan bahwa sebagian besar kasus ternyata mengerucut pada satu perusahaan yang sama. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Kota Surabaya, Achmad Zaini, yang menyebut laporan tersebut berasal dari berbagai pihak, namun setelah diverifikasi, banyak di antaranya berkaitan dengan satu entitas usaha.

Zaini menegaskan bahwa pihaknya bersama sejumlah Perangkat Daerah (PD) terkait tengah melakukan proses pendataan ulang terhadap perusahaan-perusahaan yang beroperasi di wilayah Surabaya. Pendataan ini melibatkan koordinasi lintas dinas, termasuk Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman serta Pertanahan (DPRKPP), dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Menurutnya, data resmi mengenai perusahaan-perusahaan yang memiliki izin beroperasi berada di bawah koordinasi DPMPTSP, dan proses penyelarasan informasi sedang dilakukan secara menyeluruh agar tidak terjadi simpang siur data.

Tak hanya fokus pada pendataan, Disperinaker juga telah membuka Posko Pengaduan khusus untuk para pekerja yang merasa dirugikan oleh praktik penahanan ijazah. Zaini menyatakan bahwa semua karyawan yang menjadi korban dipersilakan untuk melapor, tanpa perlu khawatir terhadap status pekerjaan atau tekanan dari perusahaan. Pemerintah Kota Surabaya berkomitmen menindaklanjuti setiap laporan yang masuk dan memastikan bahwa hak pekerja dilindungi oleh hukum yang berlaku. Praktik penahanan ijazah dinilai melanggar ketentuan Perda Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2016 dan dapat dijerat pidana hingga enam bulan penjara atau denda maksimal Rp50 juta.

Langkah tegas dari Pemerintah Kota Surabaya ini merupakan bentuk perlindungan terhadap pekerja serta komitmen dalam menciptakan iklim ketenagakerjaan yang adil dan manusiawi. Pemerintah juga menegaskan bahwa perusahaan yang terbukti melanggar akan mendapat sanksi administratif hingga pencabutan izin operasional jika tidak segera mematuhi peraturan yang berlaku.

Editor: Agung