
J5NEWSROOM.COM, Di tengah dinamika pembangunan dan kompleksitas persoalan sosial, dua elemen penting hadir sebagai kekuatan yang saling melengkapi dalam mendorong kemajuan masyarakat Indonesia: pers dan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Keduanya, meski berasal dari ranah yang berbeda, memiliki satu tujuan yang sama: menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, adil, dan cerdas.
Pers tidak hanya menjadi penyampai informasi, tetapi juga berperan sebagai pengawas sosial, agen perubahan, dan penggerak partisipasi publik. Sementara itu, CSR hadir sebagai wujud kepedulian dunia usaha terhadap lingkungan sosial dan pembangunan berkelanjutan. Ketika keduanya bersinergi, lahirlah kekuatan yang bisa menggerakkan perubahan nyata di berbagai lapisan masyarakat.
Dalam pembukaan Journalism Fellowship on CSR 2025, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menekankan bahwa jurnalis memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan informasi tentang CSR dengan cara yang mendalam dan beretika. Ia menolak pendekatan jurnalistik yang hanya bersifat promosi atau sekadar menyampaikan sisi baik perusahaan tanpa melihat dampaknya di lapangan. “Peliputan CSR harus kritis, berimbang, dan berpihak pada kepentingan publik. Jurnalis harus memastikan bahwa program yang dilaporkan benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat,” ujar Ninik.
Di sisi lain, perusahaan-perusahaan besar seperti Tower Bersama Infrastructure Group (TBIG) telah menunjukkan bagaimana CSR dapat menjadi alat untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Program MONIK TBIG, misalnya, memberikan layanan kesehatan keliling secara gratis kepada warga di wilayah terpencil. Lebih dari 127 ribu orang telah menerima manfaat langsung, termasuk ibu hamil, balita, dan lansia yang sebelumnya kesulitan mengakses layanan kesehatan dasar.
Tak hanya di bidang kesehatan, program Rumah Belajar TBIG membekali ribuan siswa SMK dengan keterampilan teknis di bidang jaringan fiber optik dan membuka peluang kerja melalui magang industri. Program ini menciptakan ruang belajar nyata bagi anak muda untuk bersaing di dunia kerja. Sementara itu, Rumah Batik TBIG mendorong pelestarian budaya sekaligus memberdayakan UMKM, sedangkan program daur ulang dan penanaman pohon menegaskan komitmen perusahaan terhadap keberlanjutan lingkungan.
Peran pers dalam menyampaikan, mengkritisi, dan mengevaluasi program-program CSR seperti ini sangat menentukan sejauh mana informasi tersebut bisa diakses publik secara adil. Pers bukan hanya melaporkan hasil, tapi juga harus menggali proses, tantangan, dan suara masyarakat yang terdampak langsung.
Kolaborasi antara pers dan CSR juga menyentuh dimensi pendidikan. Ketika pers menyampaikan kisah keberhasilan program sosial atau mengangkat suara kelompok yang sebelumnya terpinggirkan, ia sedang berkontribusi terhadap upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Di sisi lain, CSR yang menyasar sektor pendidikan, pelatihan vokasi, dan penguatan kapasitas lokal, secara langsung meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Kesejahteraan dan kecerdasan bukan hasil dari satu pihak, melainkan hasil kerja bersama berbagai sektor. Di sinilah kolaborasi antara jurnalis dan pelaku CSR menemukan titik temunya: membangun narasi yang mendorong tindakan, memperluas dampak, dan memastikan pembangunan tidak meninggalkan siapa pun di belakang.
Ketika pers tetap teguh pada etika dan kebenaran, dan CSR dijalankan dengan sungguh-sungguh, maka keduanya dapat menjadi kekuatan sosial yang mendorong Indonesia ke arah yang lebih baik bukan sekadar menciptakan citra, tetapi mengubah kenyataan.
Editor: Agung