2 WNA India Tersangka Dugaan Penipuan Bebas, Politisi Gerindra Khawatir Iklim Investasi Terganggu

Ilustrasi Rupiah. (Foto: Ist)

J5NEWSROOM.COM, Langkah Polda Metro Jaya membebaskan dua warga negara asing (WNA) asal India yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan penggelapan dana perusahaan asal Arab Saudi memicu kekhawatiran akan terganggunya iklim investasi di Indonesia. Kedua tersangka, Abdul Samad dan Samsu Hussain, dibebaskan melalui mekanisme restorative justice (RJ) pada tahun 2023.

Politikus Partai Gerindra sekaligus praktisi hukum, Lucky Schramm, mencurigai adanya campur tangan pihak tertentu di balik pembebasan tersebut. Ia menyoroti bahwa proses RJ dilakukan tanpa pemberitahuan dan penggantian kerugian kepada perusahaan Arab Saudi yang telah berinvestasi di Indonesia sejak tahun 2012.

“Karena tidak ada kepastian hukum, sedangkan jumlah kerugian sangat besar, ini bisa menimbulkan ketakutan bagi para investor yang akan masuk ke Indonesia,” ujarnya kepada wartawan pada Selasa, 5 Mei 2025.

Lucky menilai keputusan tersebut sebagai bentuk akrobat hukum yang berpotensi merugikan pihak korban. Ia mengingatkan agar restorative justice tidak dijadikan dalih untuk mengabaikan keadilan dan kepentingan korban, terutama dalam kasus-kasus besar seperti ini.

“Jangan sampai bersembunyi di balik RJ tapi merugikan salah satu pihak, apalagi pihak korban,” tambahnya.

Ia berharap ada penyelesaian yang lebih terang terkait pembebasan dua tersangka agar kepastian hukum tetap terjaga dan kepercayaan investor tidak luntur.

Dugaan penggelapan dana ini dilaporkan oleh perusahaan Arab Saudi ke Polda Metro Jaya pada 17 Oktober 2022, setelah mengalami kerugian sekitar 62 juta Dolar AS. Laporan tersebut tercatat dengan nomor No.LP/B/5281/X/2022/SKPT dan mencakup dugaan tindak pidana menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik serta penggelapan dalam jabatan, sebagaimana diatur dalam pasal 266 KUHP dan atau pasal 374 KUHP.

Namun, tanpa adanya penyelesaian yang jelas dan kompensasi kepada korban, pembebasan dua tersangka justru menimbulkan polemik yang dapat mencoreng citra penegakan hukum dan merusak kepercayaan investor terhadap iklim bisnis di Indonesia.

Editor: Agung