Industri Batam Didera Kenaikan Tarif Listrik 25 Persen, Apindo Khawatirkan PHK Massal

Ketua APINDO Batam, Dr Rafki Rasyid. (Foto: Humas Apindo Batam)

J5NEWSROOM.COM, Batam – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Batam menyampaikan kekhawatiran serius atas lonjakan tarif listrik dan gas industri di Batam yang dinilai dapat mengancam keberlangsungan sektor industri.

Kenaikan ini dianggap akan berdampak langsung terhadap daya saing produk ekspor dan berpotensi memicu gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal.

Ketua Apindo Batam, Dr Rafki Rasyid mengungkapkan, pihaknya menerima banyak keluhan dari pelaku industri terkait kenaikan tarif listrik pelanggan reguler flexy blok 3 milik PLN Batam yang meningkat sekitar 25 persen, serta lonjakan harga gas industri yang naik lebih dari 100 persen.

“Kenaikan ini menambah beban berat bagi industri. Harga pokok penjualan akan naik, dan akibatnya harga produk menjadi tidak kompetitif di pasar ekspor. Jika dibiarkan, ini bisa memicu efisiensi besar-besaran yang berujung pada PHK,” ujar Rafki dalam keterangannya, Selasa (20/5/2025).

BACA JUGA: Masyarakat Risau PLN Batam Dipimpin Direktur Utama yang Diragukan Kredibilitasnya

Menurut penjelasan PLN Batam kepada APINDO, penyesuaian tarif listrik flexy blok 3 terjadi karena harga gas dari PGN Batam mengalami kenaikan dari USD 5,9 menjadi USD 7 per MMBtu, serta pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika. Berbeda dengan PLN nasional, PLN Batam tidak mendapatkan subsidi pemerintah, sehingga terpaksa menaikkan tarif demi keberlangsungan operasional.

Sementara itu, PGN Batam menjelaskan lonjakan harga gas industri disebabkan oleh menipisnya pasokan gas dari sumur-sumur di Sumatera yang sebelumnya memasok kebutuhan wilayah barat Indonesia. Kini, pasokan harus digantikan oleh gas cair (LNG) yang harganya lebih tinggi.

Pemerintah telah menetapkan harga LNG industri sebesar USD 16,8 per MMBtu, naik dua kali lipat dari sebelumnya. “Gas LNG yang digunakan saat ini mengikuti standar harga internasional. Kami hanya menjalankan ketetapan pemerintah, bukan menetapkan harga sendiri,” ungkap perwakilan PGN Batam kepada Apindo.

BACA JUGA: PLN Batam dan Kegentingan Kepemimpinan

Ironisnya, Rafki menyayangkan gas dari sumur Natuna yang berdekatan dengan Batam justru diekspor ke Singapura, sementara industri dalam negeri kekurangan pasokan.

APINDO Batam mendesak Pemerintah Pusat dan Daerah –mulai dari BP Batam, Pemko Batam, Pemprov Kepri hingga kementerian terkait– untuk segera merumuskan kebijakan yang dapat menekan harga energi di Batam, khususnya harga gas untuk industri maupun kategori Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT).

“Jika tidak segera ditangani, industri di Batam terancam kolaps. Pemerintah harus peka terhadap kondisi ini. Naif rasanya jika industri mati hanya karena harga gas yang terlalu mahal,” tegas Rafki.

APINDO Batam bersama Apindo Provinsi Kepri juga telah berkoordinasi dengan DPP Apindo di berbagai daerah, termasuk Lampung, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten. Langkah konkret yang akan dilakukan adalah mengirimkan surat resmi ke Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) guna mendesak peninjauan kembali harga gas industri.

“Kalau pemerintah memang berpihak kepada rakyat, maka harga gas dalam negeri harus dijaga tetap rendah agar industri bisa terus hidup. Jangan biarkan industri perlahan-lahan mati hanya karena biaya energi yang melambung tinggi,” tutup Rafki.

Situasi ini menjadi ujian besar bagi pemerintah dalam menjaga keberlanjutan sektor industri yang menjadi tulang punggung perekonomian di Batam, sekaligus menyerap ribuan tenaga kerja.

Editor: Agung