
Oleh L. Nur Salamah, S.Pd.
HEBOH, terkuaknya sebuah grup di salah satu platform FB yang bernama fantasi sedarah (inses), kemudian berganti nama menjadi suka duka dan berganti lagi menjadi mertua vs menantu ini, dibuat oleh warga Indonesia yang anggotanya telah mencapai ratusan.
Pengungkapan kasus tersebut bermula dari viralnya isu di media sosial pada 14 Mei 2025. Kemudian grup FB tersebut telah diblokir pada 15 Mei 2025.
Grup tersebut terlihat sebagai ajang untuk berbagi aktivitas hubungan seksual bersama anggota keluarga. Ada yang share foto-foto ada juga yang share terkait teknis melakukan hubungan inses itu sendiri.
Sebenarnya fenomena inses atau hubungan sedarah ini bukanlah hal baru. Pada tahun 2020, di Pasaman Sumatera Barat, kakak beradik (SMA dan SD) melakukan hubungan terlarang hingga melahirkan anak. Parahnya sang kakak membunuh bayi itu dan membuangnya di selokan.
Pada tahun 2021, di Kabupaten Bima, NTB juga ada seorang ayah yang memaksakan kehendak kepada anak perempuannya sampai hamil. Biadabnya lagi, ayah tersebut memaksa anaknya berhubungan dengan ODGJ, supaya jejak bejatnya tidak diketahui.
Kemudian yang terbaru, kasus kakak beradik (R dan NH) di Belawan, Medan, mengirimkan paket bayi lewat aplikasi ojek online. Bayi berjenis kelamin laki-laki itu dikirim ke sebuah masjid, dengan harapan agar diurus oleh marbot masjid untuk dimakamkan.
Menjijikan. Benar-benar gila dan tidak berperikemanusiaan. Binatang saja tidak setega dan sebejat itu.
Sekularisme Biang Kerusakan
Diakui atau tidak, fenomena fantasi sedarah atau inses ini hadir karena kehidupan masyarakat saat ini sangat jauh dari syari’at. Diantara mereka bisa dikatakan beragama, namun sikap maupun perilakunya justru bertolak belakang.
Inilah sekuler. Sebuah paham yang memisahkan agama dari aktivitas kehidupan, memisahkan agama dari kehidupan bernegara. Sekuler ini juga yang kemudian melahirkan apa yang disebut liberalisme atau paham kebebasan. Bebas bersikap dan bertingkah laku. Termasuk bebas dalam memenuhi kebutuhan jasmani maupun naluri sesuka hatinya.
Jika kita perhatikan, tampak bahwa sekularisme ini telah menjadi racun dan merasuki tatanan kehidupan masyarakat. Bahkan telah mendarah daging. Agama hanya sebatas identitas atau pengakuan saja. Sikap dan perilaku mereka tidak butuh agama, hanya mengandalkan akal yang sangat terbatas dan hawa nafsunya yang liar. Wajar, jika perbuatan dan tingkah polah mereka seperti binatang bahkan lebih rendah dan hina dari binatang. Halal atau haram tidaklah jadi ukuran. Sebagaimana kasus inses yang telah dicontohkan di atas. Nauzubillah tsumma nauzubillah.
Inses Haram
Inses atau hubungan sedarah jelas telah diharamkan oleh Islam sebagaimana firman Allah SWT. dalam surah an-Nisa ayat 23, yang artinya “Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan ayahmu, saudara-saudara perempuan ibumu, anak-anak perempuan dari saudara laki-lakimu, anak-anak perempuan dari saudara perempuanmu, ibu yang menyusuimu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu istri-istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum bercampur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), tidak berdosa bagimu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan pula) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Inses termasuk perbuatan zina. Dalam Islam setiap pelaku zina akan dikenakan sanksi sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Allah dalam Al-Qur’an surah an-Nur ayat 2 yang artinya, “Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (melaksanakan) agama (hukum) Allah jika kamu beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Hendaklah (pelaksanaan) hukuman atas mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang mukmin”.
Adapun hukuman dalam Islam itu memiliki dua fungsi yakni sebagai penebus dosa dan pemberi efek jera. Sehingga mencegah orang lain untuk melakukan kejahatan serupa.
Namun sayangnya, hukuman sebagaimana yang dijelaskan di atas tidak bisa dilaksanakan karena negara yang memiliki wewenang hukum saat ini tidak menerapkan syariat Islam.
Butuh Penerapan Islam
Munculnya berbagai kasus termasuk inses ini, merupakan potret buram rusaknya masyarakat khususnya di Indonesia yang penduduknya Mayoritas beragama Islam.
Apabila hal ini terus dibiarkan maka negeri tercinta kita ini akan terjerumus lebih jauh pada jurang kehancuran. Hukum yang diharapkan mampu memberantas berbagai bentuk pelanggaran atau penyimpangan justru terlihat mandul.
Oleh karenanya, tidak ada yang bisa menyelamatkan berbagai kerusakan yang terjadi di negeri ini selain Islam. Islam sebagai akidah yang memancarkan segenap peraturan begitu sempurna dari yang maha sempurna tidak bisa menjadi problem solver jika hanya diterapkan oleh individu atau diadopsi sebagian saja. Akan tetapi harus diterapkan secara kaffah (keseluruhan) dalam seluruh aspek kehidupan oleh sebuah institusi negara.
Wallahu’alam Bis Shawwab.*
Penulis adalah Pengasuh Kajian Mutiara Umat Kota Batam

