Pembangunan PLTN Dinilai Kontradiktif Tanpa Kelembagaan BATAN

Reaktor nuklir.(Foto: Ist)

J5NEWSROOM.COM, Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 yang baru diluncurkan oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menuai kritik. Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI), Mulyanto, menilai langkah ini belum disertai dengan persiapan kelembagaan yang memadai.

Mulyanto menyayangkan ketidaksiapan pemerintah, khususnya karena Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) yang seharusnya berperan penting dalam pengembangan energi nuklir justru telah dibubarkan dan dilebur ke dalam BRIN. Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, BATAN memiliki mandat strategis dalam bidang ketenaganukliran.

Ia menyambut baik rencana pembangunan PLTN dengan kapasitas 0,3 GW yang ditargetkan beroperasi pada 2032, terutama karena teknologi ini dinilai mampu menjadi alternatif stabil pengganti PLTU dalam upaya menekan emisi karbon. Namun, ia menilai pembangkit berbasis energi surya dan bayu belum bisa menggantikan beban dasar karena sifatnya yang tidak stabil.

Lebih lanjut, Mulyanto menegaskan perlunya lembaga seperti BATAN dalam menyiapkan sumber daya manusia, infrastruktur, serta riset dan pengembangan nuklir yang komprehensif. Ia mempertanyakan keputusan pemerintah membubarkan lembaga strategis tersebut di tengah rencana besar membangun PLTN.

Editor: Agung