
Oleh Widdiya Permata Sari
SEKULARISME memisahkan unsur agama dari kehidupan, yang pada akhirnya membuat manusia semakin terjerumus, karena menjauh dari pedoman Sang Pencipta, Allah SWT. Seperti berita baru-baru ini, adanya fenomena hubungan sedarah bahkan tanpa ragu mereka semua mengumbarnya di media sosial
Polisi mengungkap kasus distribusi konten pornografi dari grup Facebook ‘Fantasi Sedarah’ yang memuat konten negatif terkait hubungan sedarah atau inses. Grup tersebut memiliki 32 ribu member. (Metrotvnews.com, 24/05/2025)
Fenomena inses yang belakangan ini muncul di tengah masyarakat merupakan alarm keras atas menurunnya moralitas sosial. Ironisnya, gejala ini terjadi di negara yang kerap mengklaim diri sebagai bangsa religius. Perilaku menyimpang tersebut mencerminkan adanya krisis dalam penghormatan terhadap norma agama dan etika sosial. Ketika masyarakat mulai hidup tanpa mengindahkan aturan baik dari sisi agama maupun budaya maka yang lahir adalah gaya hidup individualistis yang mengutamakan kepuasan pribadi di atas nilai-nilai luhur.
Kapitalisme, yang menjunjung tinggi liberalisasi dalam berbagai aspek kehidupan, kerap mengikis nilai-nilai kemanusiaan. Dalam konteks ini, liberalisme memberi ruang seluas-luasnya kepada kebebasan individu tanpa kendali norma, yang pada akhirnya menggerogoti sendi-sendi kehormatan dan kemuliaan manusia itu sendiri. Kebebasan yang tidak disertai dengan tanggung jawab moral justru berpotensi melahirkan kerusakan yang meluas, termasuk dalam institusi terkecil dan terpenting dalam masyarakat: keluarga.
Lebih jauh lagi, peran negara yang semestinya menjadi penjaga moral dan pelindung nilai-nilai keluarga justru sering kali tidak maksimal. Beberapa kebijakan yang diterapkan bahkan tanpa disadari turut meruntuhkan ketahanan keluarga. Negara tampak abai dalam menjaga landasan kehidupan masyarakat yang sehat dan bermartabat.
Oleh karena itu, penting bagi seluruh elemen bangsa untuk kembali meneguhkan peran agama dan nilai-nilai moral dalam kehidupan sosial. Ketahanan keluarga tidak dapat dibangun hanya dengan regulasi, tetapi membutuhkan pondasi kuat berupa nilai spiritual dan etika yang tertanam sejak dini.
Islam dan Upaya Menjaga Moral serta Ketahanan Keluarga
Islam adalah agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Bukan hanya urusan ibadah, tetapi juga bagaimana masyarakat hidup bermasyarakat dengan aturan yang adil dan bermartabat. Dalam pandangan Islam, negara memiliki peran penting dalam mengurus kepentingan rakyat, termasuk menjaga keutuhan keluarga serta menerapkan nilai-nilai sosial sesuai ajaran Islam.
Salah satu hal yang sangat ditekankan dalam Islam adalah larangan keras terhadap inses atau hubungan seksual dalam satu keluarga sedarah. Perbuatan ini dianggap sangat bertentangan dengan fitrah manusia dan harus dijauhi. Oleh karena itu, dalam sistem Islam, negara berkewajiban melakukan berbagai upaya untuk mencegah terjadinya perilaku menyimpang seperti ini.
Salah satunya adalah dengan memperkuat keimanan masyarakat, menanamkan ketakwaan, serta menutup segala peluang yang dapat membuka jalan bagi perbuatan maksiat. Di samping itu, ajaran amar ma’ruf nahi munkar yaitu mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, juga menjadi bagian penting dalam menjaga moral masyarakat.
Dalam hal pemberian hukuman, Islam memiliki aturan yang tegas bagi pelaku zina, termasuk yang melibatkan inses. Hukuman yang diberikan berbeda-beda tergantung pada status pelakunya. Bagi pelaku zina yang belum menikah, sanksinya adalah dicambuk sebanyak 100 kali dan diasingkan selama satu tahun.
Sedangkan bagi yang sudah menikah, hukumannya bisa lebih berat, bahkan sampai pada hukuman mati. Hukuman ini dilaksanakan dengan metode rajam, yakni melempari pelaku dengan batu hingga meninggal dunia. Hal ini mencerminkan betapa seriusnya pelanggaran tersebut dalam pandangan agama.
Sementara itu, bagi pelaku inses yakni hubungan zina dengan kerabat dekat (mahram) hukumannya dianggap lebih berat lagi dibandingkan dengan zina biasa, bahkan jika pelaku zina tersebut sudah menikah. Para ulama secara umum membedakan antara hukuman untuk pelaku zina biasa dan inses karena inses dinilai sebagai pelanggaran ganda: selain melanggar norma agama, juga merusak struktur dan kehormatan keluarga.
Mayoritas ulama bersepakat bahwa hukuman bagi pelaku inses adalah hukuman mati melalui rajam, terlepas dari apakah pelaku tersebut sudah menikah atau belum. Ini menunjukkan bahwa inses dipandang sebagai perbuatan yang sangat berat dan tidak dapat ditoleransi.
Namun demikian, ada pula pandangan dari Imam Ahmad bin Hanbal yang menyatakan bahwa pelaku inses harus dijatuhi hukuman mati tanpa mempertimbangkan status pernikahannya. Lebih dari itu, menurut pandangan beliau, harta milik pelaku inses pun akan disita dan menjadi milik negara (baitul maal), sebagai bagian dari hukuman sosial dan ekonomi atas perbuatan yang sangat merusak ini.
Penerapan sistem sanksi yang tegas dalam Islam tidak hanya berfungsi sebagai hukuman bagi pelaku, tetapi juga menjadi peringatan yang efektif bagi masyarakat lainnya agar tidak melakukan pelanggaran serupa. Dengan diterapkannya aturan Islam secara menyeluruh, maka kehormatan dan kesucian institusi keluarga dapat terjaga.
Di samping itu, pengawasan terhadap media sangat diperlukan untuk membatasi bahkan memberantas konten-konten yang dapat menumbuhkan perilaku menyimpang. Dengan demikian, umat akan terhindar dari penyimpangan terhadap hukum syariat.*
Penulis adalah anggota Komunitas Muslimah Perindu Surga bermastautin di Batam

