Meneropong Blokade Gaza dan Seruan Jihad Internasional

Anggota Komunitas Muslimah Perindu Syurga, Widdiya Permata Sari. (Foto: J5NEWSROOM.COM)

Oleh Widdiya Permata Sari

ISRAEL telah menutup semua penyeberangan ke Gaza untuk bantuan makanan, medis, dan kemanusiaan sejak 2 Maret. Situasi ini semakin memperburuk krisis kemanusiaan yang telah lama terjadi di wilayah tersebut, sebagaimana dilaporkan oleh pihak pemerintah, lembaga hak asasi manusia, dan organisasi internasional.

Sekitar 2,4 juta penduduk Palestina di wilayah kantong tersebut sangat bergantung pada bantuan kemanusiaan, berdasarkan data dari Bank Dunia. (Tempo.co, 19/05/2025)

Tak hanya itu, militer Israel kembali melancarkan serangan ke Jalur Gaza pada tanggal 18 Maret 2025. Sejak operasi militer Zionis dimulai pada tanggal tersebut, tercatat sebanyak 3.924 orang tewas, sementara jumlah yang terluka melebihi 11.200 jiwa.

Serangan ini juga menyebabkan gagalnya kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan yang telah diberlakukan sejak Januari.

Pada bulan November lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat penangkapan terhadap pemimpin Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Galant, dengan tuduhan melakukan kejahatan perang serta kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Selain itu, Israel saat ini sedang diperkarakan di Mahkamah Internasional (ICJ) atas dugaan melakukan tindakan genosida dalam serangan terhadap wilayah Palestina tersebut. (m.antaranews.com, 28/05/2025)

Pendudukan Israel atas wilayah Palestina telah berlangsung selama beberapa dekade. Dalam beberapa bulan terakhir, situasi kemanusiaan di Jalur Gaza memburuk akibat blokade yang diberlakukan secara ketat oleh pihak Israel.

Blokade ini telah menghambat masuknya bantuan kemanusiaan, termasuk pasokan makanan dan kebutuhan pokok lainnya. Dampaknya, ribuan penduduk sipil terutama komunitas Muslim di Gaza terjerat dalam situasi kelaparan yang sangat memprihatinkan..

Kebijakan pemblokiran yang telah berlangsung lebih dari dua bulan tersebut menuai kecaman dari berbagai pihak internasional. Banyak yang menilai langkah ini sebagai bentuk pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional dan prinsip-prinsip dasar kemanusiaan. Namun, hingga kini, tindakan konkret dari komunitas global untuk mengakhiri krisis ini masih sangat terbatas.

Sungguh disayangkan, hingga kini belum ada satu pun negara berpenduduk mayoritas Muslim yang mengirimkan bantuan militer secara langsung untuk mendukung perjuangan Palestina. Sebagian besar hanya menyampaikan kecaman tanpa disertai langkah nyata yang mampu memberikan tekanan berarti terhadap Israel. Ketidakberdayaan ini sangat terlihat. Bahkan Mesir, yang secara geografis merupakan negara tetangga Palestina, tetap mempertahankan penutupan akses ketat ke wilayah tersebut dengan dalih kepentingan nasional.

Pemerintah Israel beralasan bahwa blokade tersebut diberlakukan guna mencegah kelompok Hamas meningkatkan kemampuan militernya. Sementara itu, sebagian umat Islam menganggap persoalan Palestina adalah isu internal semata, bukan tanggung jawab kolektif dunia Islam. Pandangan ini justru memperlemah solidaritas dan membuka ruang bagi semakin menyempitnya wilayah Palestina yang kini sebagian besar telah dikuasai oleh Israel.

Situasi ini mencerminkan solusi yang dianggap tidak adil dan bertentangan dengan nilai-nilai keadilan dalam ajaran Islam. Banyak kalangan meyakini bahwa tanah Palestina seharusnya dikembalikan kepada rakyat Muslim Palestina, karena mereka adalah penduduk asli dan pemilik sah wilayah tersebut.

Israel telah menunjukkan sikap arogan dan tidak menghormati nilai-nilai kemanusiaan. Dengan dalih membatasi gerakan perlawanan Islam di Palestina, mereka melegalkan serangan terhadap perempuan, anak-anak, serta warga sipil tak berdosa.

Ironisnya, mengharapkan bantuan dari lembaga-lembaga seperti PBB sering kali dianggap sia-sia, sebab lembaga-lembaga tersebut sering kali berpihak pada kepentingan zionis atau secara tidak langsung mendukung tindakan keji yang dilakukan.

Umat Islam harus menyadari bahwa kejahatan yang dilakukan oleh rezim zionis tidak akan pernah berhenti hanya dengan kecaman, pernyataan kutukan, atau forum diplomatik internasional. Sejarah menunjukkan bahwa kekuatan zionis hanya bisa dilawan dengan ketegasan dan perlawanan nyata, bukan dengan retorika politik yang hampa makna.

Realitas saat ini menunjukkan bahwa semangat nasionalisme sempit telah memisahkan kaum Muslimin dari tanggung jawab terhadap saudara-saudara mereka di Palestina. Langkah normalisasi hubungan yang dilakukan oleh sebagian negara-negara Islam dengan entitas zionis sejatinya merupakan bentuk pengkhianatan terang-terangan terhadap solidaritas umat dan nilai-nilai Islam

Upaya normalisasi hubungan dengan entitas zionis sama halnya dengan mengakui eksistensi negara penjajah tersebut secara resmi. Jika hal ini dibiarkan, maka tak ada alasan kuat untuk mengkritik tindakan Israel dalam melakukan pengeboman atau pembangunan pemukiman ilegal di tanah Palestina, karena semua itu akan dibungkus dengan dalih menjaga stabilitas dan keamanan wilayah mereka.

Kaum muslimin perlu menyadari bahwa Palestina bukan sekadar konflik politik melainkan tanah suci yang dihuni oleh saudara-saudara seiman kita. Bantuan kemanusiaan memang penting, namun tidak akan cukup untuk menghentikan kekejaman dan penindasan yang terus berlangsung. Sebab, bantuan tersebut hanya meringankan penderitaan, bukan menghapuskan penjajahan yang menjadi akar persoalan.

Satu-satunya jalan yang menyelesaikan persoalan Palestina secara tuntas adalah dengan melakukan jihad melawan kekuatan Zionis. Umat Islam wajib mengajak para pemimpin muslim untuk mengerahkan pasukannya dalam jihad melawan penjajah. Hanya di bawah kepemimpinan Khilafah, jihad ini bisa terorganisir dan berjalan efektif, sebab lembaga internasional seperti PBB tidak mampu mengkoordinasi tentara muslim untuk membebaskan Palestina.

Khilafah akan menjadi pelindung sejati, memberikan perlindungan hakiki bagi tanah dan umat Islam di Palestina serta wilayah lain yang mengalami penindasan. Pembebasan ini tidak hanya untuk muslim Palestina, tetapi juga muslim Uighur di Xinjiang, muslim Rohingya di Myanmar, muslim Kashmir di India, muslim Moro di Filipina, muslim Patani di Thailand, dan umat Islam lainnya di penjuru dunia.

Selain itu, Khilafah dapat mengangkat umat Islam dari keterpurukan ekonomi, kebodohan, dan berbagai penderitaan yang mereka alami. Sebagai raa’in (pengelola) dan junnah (perisai), Khilafah menjadi benteng bagi umat Islam secara keseluruhan. Oleh karena itu, berjuang menegakkan Khilafah adalah kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan oleh kaum muslim.

Agar jihad dan penegakan Khilafah berhasil, diperlukan usaha dakwah yang serius dan menyampaikan pemahaman yang benar mengenai solusi Palestina, sehingga umat tidak mudah terpengaruh oleh solusi dari Barat yang tidak berpihak. Dakwah ini juga harus menyebarluaskan metode yang shahih sesuai dengan cara Rasulullah saw. berdakwah.

Untuk itu, umat memerlukan kelompok dakwah ideologis yang fokus pada pembinaan dan penyadaran umat agar bersatu dalam perjuangan menegakkan Khilafah. Kelompok ini bertugas menyatukan, membimbing, dan menguatkan umat agar Khilafah dapat berdiri sebagai solusi akhir bagi persoalan Palestina dan semua tantangan yang dihadapi umat Islam di seluruh dunia.*

Penulis adalah anggota Komunitas Muslimah Perindu Syurga, bermastautin di Batam.